Jika Hati Adalah Cermin

cermin_hati
Sejak kecil kita semua sudah mengenal benda yang namanya cermin. Sebuah benda yang dapat memantulkan benda apapun di depannya apa adanya. Sama persis, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Cermin yang seperti itu, dalam istilah keilmuan disebut cermin datar.

Selain cermin datar tersebut, masih ada lagi dua jenis cermin lainnya, yaitu cermin cekung dan cermin cembung.

Berbeda dengan cermin datar, bentuk bayangan atau pantulan yang dihasilkan oleh cermin cembung dan cekung tidak selalu sama besarnya dan jaraknya. Adakalanya bayangan menjadi lebih besar dari aslinya. Terkadang juga lebih kecil dari aslinya. Bahkan bisa jadi tidak memunculkan bayangan sama sekali. Semuanya tergantung dari posisi benda atau objek yang diletakkan di hadapan masing-masing cermin tersebut.

Jika hati diibaratkan cermin dalam memandang segala apa yang terjadi dalam kehidupan, maka tak jarang, hasilnya sama seperti ketiga cermin memantulkan bayangannya.

Adakalanya cermin hati kita memantulkan suatu musibah dalam bentuk dengan porsi yang jauh lebih besar dari yang seharusnya. Akibatnya, kita merasa bahwa kiamat sudah tiba karena menganggap semua yang kita rencanakan menjadi sia-sia, serta kondisi yang ada sudah tidak bisa diperbaiki lagi dengan cara apa pun dan bagaimanapun.

Di lain masa di lain waktu, cermin hati kita menggambarkan suatu ni’mat atau kebahagiaan dalam format yang kerdil. Akibatnya, kita seolah-olah tidak merasakan ni’mat atau kebahagiaan tersebut. Kita malah asyik memandang rumput tetangga yang terasa lebih hijau dari rumput taman yang kita miliki. Bukan bahagia yang dirasa, tapi justru kesengsaraan yang ada.

Mungkin ada baiknya jika kita mengubah cermin hati kita dalam memantulkan aneka peristiwa dalam kehidupan ini.

Mungkin kita harus mencoba  mengatur cermin hati kita agar ketika memantulkan suatu masalah atau musibah sesuai dengan porsinya, atau jika bisa lebih kecil dari yang seharusnya. Dengan harapan, hidup kita masih bisa berjalan normal tanpa ada keluh-kesah atau penyesalan. Toh kita masih punya tempat bergantung Yang Maha Besar dari segala masalah.

Mungkin juga kita harus me-reset cermin hati kita agar ketika memantulkan suatu ni’mat atau kebahagiaan sesuai dengan porsinya, atau jika bisa lebih besara dari yang seharusnya. Dengan harapan, kita bisa menjadi orang-orang yang bersyukur atas apa yang kita miliki, dan tak kan ada rasa iri dan dengki.

Wallaahu a’lam.


Tulisan Terkait Lainnya :