tiada masa paling indah
masa-masa disekolah
tiada kisah paling indah
kisah-kasih disekolah
Benarkah kalimat yang menjadi bagian dari lirik lagu “Kisah Kasih di Sekolah” di atas?
Masing-masing individu akan menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang berbeda. Jika dikelompokkan, maka individu-individu tersebut akan terbagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama akan menjawab “Benar”. Sebab mereka telah merajut kisah kasih semasa sekolah dan berlanjut hingga ke pelaminan dan memiliki keturunan. Kelompok kedua akan menjawab sebaliknya, “Salah”. Sebab mereka tak pernah merasakan apa yang dirasakan oleh kelompok pertama. Sementara kelompok ketiga akan menjawab “Benar dan Salah”. Apa pasal? Sebab kelompok ketiga ini pernah merasakan jalinan kisah kasih semasa berseragam putih abu-abu sekaligus mengalami putus cinta di masa yang sama. Saya termasuk kelompok yang terakhir 😀
Bagi saya, kisah semasa berseragam putih abu-abu tak melulu tentang kisah kasih atau cinta-cintaan. Ada banyak kisah lain yang mungkin bisa tetap dikenang, baik kenangan indah maupun kenangan pahit. Nah, melalui jurnal kali ini, saya akan mencatat kembali kenangan-kenanang yang masih terekam di dalam ingatan saya ketika masih berseragam putih abu-abu sekaligus untuk meramaikan Giveaway Nostalgia Putih-Abu.
Saya mulai dengan beberapa kenangan yang menyedihkan,
(I) Dipalak
Turun dari Mikrolet M-09, saya melanjutkan dengan jalan kaki menyusuri Pasar Kebayoran Lama menuju SMA 29 yang terletak di Jalan Kramat. Belum ada seratus langkah dari tempat saya turun, tiba-tiba seorang pemuda mendekati saya sambil menodongkan “sebuah pisau” dari dalam kausnya dan meminta jam tangan saya dengan paksa.
“Sini jamnya atau gue tusuk!” kira-kira itulah kalimat yang terlontar dari mulutnya.
Saya tidak bisa memastikan apakah yang dia todongkan dari dalam kaosnya itu adalah pisau betulan atau bohongan. Yang jelas, saya ketkutan hingga lidah saya kaku tidak dapat bergerak untuk berteriak. Padahal, seandainya saya berteriak mungkin ada orang yang menolong saya karena di sekeliling banyak orang. Jam tangan saya pun melayang.
(II) Nilai Ulangan Terjelek
Hari itu ujian matematika. Bu Ani, guru matematika kelas 1-6 memberikan empat soal seputar materi bilangan pangkat. Karena kurang persiapan dan memang kurang memahami materi, saya tak sanggup menyelesaikan keempat soal tersebut dengan sempurna. Pusing!
Beberapa hari kemudian, hasil ulangan pun diberikan. Nilai saya adalah 2,5. Artinya dari empat soal, hanya satu jawaban yang benar. Itu adalah nilai terendah yang pernah saya peroleh selama sekolah bahkan kuliah.
Untuk memperbaiki nilai ulangan, sebab cukup banyak juga siswa yang bernasib sama seperti saya, Ibu Ani melakukan ujian ulangan.
Hasilnya, nilai saya bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Jadi lima!
(III) Nilai Lima Di Raport
Sejak SD dan SMP, saya belum pernah mendapat nilai lima di raport. Paling rendah nilai saya adalah enam. Tapi, di kelas satu SMU, saya mendapat ‘anugerah’ dengan nilai lima untuk kali pertama dan alhmdulillah terakhir. Bukan di pelajaran Matematika seperti yang saya ceritakan di atas. Tetapi pelajaran Kimia.
Namun di buku raport, nilai lima di pelajaran Kimia tersebut tidak ditulis oleh Wali Kelas saya, Ibu Ningrum. Mungkin tidak ada tinta merah atau tidak boleh ada warna merah, Wallahu a’lam. Yang jelas, nilai kimia saya kosong. Berikut penampakkan buku raport saya kelas 1 SMA.
(IV) Dijenggut Pak Guru
Di kelas dua SMA saya diajarkan fisika oleh pak guru yang sudah tua. Kaca mata beliau sangat tebal. Itu salah satu ciri yang masih saya ingat. Sebuah pengalaman tak menyenangkan diberikan oleh beliau.
Suatu ketika, ketika Pak Guru fisika menjelaskan pelajaran di depan kelas. Tiba-tiba teman yang duduk di sebelah saya menggerakkan atau menggeser mejanya sedikit. Sebagai gambaran kondisi meja dan kursi di kelas saya saat itu, setiap siswa mendapatkan satu meja dan satu kursi yang kemudian disusun dengan meraptakan setiap dua meja. Saat teman saya menggeser meja tersebut, jari tangan saya kegencet. Saya pun otomatis berteriak.
Pak guru fisika yang sedang memberikan penjelasan materi di depan kelas rupanya terganggu dengan teriakan saya tersebut. Kesal. Marah. Beliau langsung mendekati tempat duduk saya. Tanpa bicara sepatah kata, beliau langsung menjenggut rambut saya. *Hiks!*
Tak cukup sampai di situ, beliau meminta saya maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal untuk mengetes apakah saya memperhatikan materi yang beliau sampaikan atau tidak.
Karena emosi dan tidak terima atas hukuman tersebut, saya tidak bisa konsentrasi dan akhirnya tidak bisa mengerjakan soal tersebut. *Hiks lagi!*
Saya jadi malu dua kali. Sudah jatuh tertimpa janda, eh tangga.
Ya, di SMU adalah kali pertama saya mengikuti kegiatan pesantren kilat di Bulan Ramadhan. Panitianya adalah para senior anggota Rohis SMU 29. Selama dua atau tiga hari saya mengikuti kegiatan tersebut. Makan sahur dan buka puasa bersama teman-teman sekolah. Tidur dalam satu ruangan bersama di atas meja yang digabungkan menjadi satu dan dilapisi tikar, tanpa guling dan bantal. Shalat tarawih pun dilakukan bersama-sama. Cuma karena guru agamanya berbeda pandangan, jadilah pelaksanaan sholatnya berbeda-beda. Satu malam dilakukan dengan jumlah rakaat empat-empat, esok malamnya dua-dua.
Sebuah pengalaman yang luar biasa bagi saya pribadi yang belum pernah meninggalkan rumah selama beberapa hari.
(II) Mendapatkan Hadiah Berupa Al-quran
Di akhir salah satu rangkaian acara pesantren kilat di atas, ada suara yang memanggil nama saya dari balik hijab. Hijab yang memisahkan peserta pesantren kilat laki-laki dan perempuan. Jadi panggilan itu berasal dari kelompok peserta perempuan.
Begitu saya menjawab dan mendekati sumber suara, tiba-tiba ada sebuah bingkisan menyembul dari bawah hijab. Bingkisan tersebut yang ternyata sebuah Al-quran terjemahan adalah hadiah ulang tahun yang diberikan untuk saya.
Siapa yang memberikannya? Ternyata yang memberikannya adalah Mawar. *Uhuk!*
Bermula dari kejadian itulah, saya dan mawar beberapa kali saling mengirim hadiah ulang tahun.
(III) Piala Cerdas Cermat
Di kelas tiga, saya dan beberapa temen mengikuti lomba cerdas-cermat seputar pengetahuan Islam se-Jakarta Selatan, yang dilaksanakan di kampus UMJ, Cireundeu. Saat babak awal, tim kami bermain lepas tanpa beban, karena memang tidak ada target untuk menang. Kenyataannya, kami menang dan masuk ke babak final.
Di babak final, tim kami malah tampil tegang. Akibatnya terjadi beberapa salah jawaban dan salah pengertian di antara anggota tim di babak rebutan. Misalnya, ketika pertanyaan yang dilontarkan bagaimana bacaan sujud syukur, teman pendamping saya yang memencet tombol langsung menjawab dengan bacaan sujud sahwi. Otomatis nilai kami dikurangi.
Namun demikian, akhirnya kami berhasil meraih juara kedua. Sebuah piala dan uang tunai menjadi hak kami. Alhamdulillah. Dengan hadiah tersebut, saya sempat mentraktir Mawar dan temannya di saat hubungan kami sedang tegang.
(IV) Ikut Lomba Nasyid
Beberapa anggota Rohis, termasuk saya, sepakat untuk mengikuti sebuah lomba nasyid. Sebagai langkah awal, setiap tim diharuskan mengirimkan hasil rekaman suara tim kami. Alhamdulillah, tim kami lolos.
Di babak selanjutnya, setiap tim harus tampil langsung di depan juri yang merupakan personel kelompok nasyid Izzatul Islam. Lokasinya di salah satu gedung STEKPI Kalibata.
Bencana pun terjadi. Karena grogi, di tengah penampilan, satu tim kami kompak lupa dengan syair nasyid yang kami bawakan. Hasilnya sudah pasti, gagal ke babak selanjutnya.
Kami memang tidak menang, namun sebuah sebuah pengalaman berharga sudah kami rasakan. Karenanya, tak ada kekecewaan saat tim kami kalah.
(V) Membuat Puisi
Saya sering membuat puisi semasa SMA yang saya tulis dalam sebuah buku kecil bersampul merah. Beberapa tahun lalu, saya menerbitkan kumpulan puisi yang saya tulis di dalam buku merah tersebut ke dalam buku kumpulan puisi berjudul “Rima Perjalanan Cinta” dan “Rima Perjalanan Jiwa“.
Tulisan Terkait Lainnya :
- Kain Sarung dan Masjid di Masa Kecil
- Kisah Patah Hati Semasa SMA
- Lika-liku Putih Abu-abu
- Rahasia Persahabatan : Ongkos Angkot
- Bioskop Bang Musa
- [EF#16 Weekly Challenge] A Tale of a Stone Miner
- [EF#15 Weekly Challenge] Traditional Games: Cheap and Festive
- [EF#14 Weekly Challenge] Shane Gooseman
- [Nostalgia] Seni Rupa
- [Nostalgia] Fisika