Tanggal 31 Maret 2016 nanti adalah batas terakhir pelaporan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Alhamdulillah, saya sudah lapor SPT Tahunan kemarin. Saya melaporkan SPT Tahunan melalui e-filing. Cukup duduk di depan komputer dan mengisi SPT tanpa perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak di mana saya terdaftar. Selesai mengisi, langsung saya klik tombol kirim. Tak lama kemudian, saya sudah mendapatkan bukti pelaporan SPT melalui email.
Nah, ketika mengisi SPT Tahunan, ada salah satu langkah pengisian yang menanyakan apakah saya melakukan pembayaran zakat atau tidak. Sebab, zakat yang dibayarkan dapat mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak. Jika demikian, maka jumlah pajak yang dibayar akan menjadi lebih kecil. Nah, dari situlah ide dari coretan kali ini. Apalagi setelah saya menyaksikan video kajian Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA yang salah satu bahasannya tentang pajak. Penjelasan beliau sangat mudah dipahami. Singkat namun padat. Berikut adalah apa yang tangkap dari video kajian tersebut.
*****
Jika Zakat masuk dalam bahasan Fiqih Ibadah, maka pajak masuk dalam bahasan Fiqih Muamalah.
Dalam hukum Islam berlaku hukum zakat. Sedangkan bagi orang non muslim yang tinggal di lingkungan negara Islam di mana hukum yang diterapkan adalah hukum Islam, maka ada pungutan serupa pajak yang disebut dengan istilah jizyah. Manfaat dari jizyah tersebut akan dikembalikan kepada pembayarnya dalam bentuk keamanan, kenyamanan, dan sebagainya.
Sementara bagi umat Islam yang tinggal di negara yang bukan menerapkan hukum Islam, maka ketetapan zakat tetap berlaku. Sebab untuk melaksanakan ketentuan zakat, tidak harus menunggu sebuah negara harus berasaskan dan berlandaskan syariat Islam. Siapapun muslim yang sudah memenuhi syarat wajib zakat (muzakki), maka ia wajib menunaikannya.
Pengelolaan zakat yang sudah dibayarkan oleh para muzakki, diserahkan kepada orang-orang atau lembag-lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah di negeri tersebut, yang disebut sebagai Amil Zakat. Misalnya adalah Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) atau lembaga lain. Amil Zakat merupakan salah satu dari delapan kelompok yang berhak menerima zakat sebagaimana disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 60.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Adapun pajak, terkait dengan Fiqih Muamalah. Karena termasuk perkara yang baru, maka istilah pajak tidak akan ditemukan dalam Al-Quran maupun Al-hadits. Hukum dan pelaksanaannya diserahkan kepada otoritas setempat dengan sistem kenegaraan yang berlaku atau dengan kata lain sesuai dengan ketentuan atau perundang-undangan yang ada di suatu negara. Sehingga pajak tidak termasuk di dalam hukum agama Islam, melainkan terkait dengan ketaatan kepada Ulil Amri atau pemimpin negara.
Sesuai dengan definisinya, pajak dipungut oleh negara dari rakyatnya untuk kemudian dikembalikan manfaatnya secara tidak langsung (berbeda dengan retribusi).
Dalam Islam, mentaati Ulil Amri adalah kewajiban selama bukan dalam hal kemaksiatan. Jadi, jika pajak merupakan sebuah ketetapan yang ditentukan oleh Ulil Amri, maka melaksanakan ketentuan perpajakan menjadi kewajiban bagi kaum muslimin yang tinggal di negara tersebut.
Wallaahu a’lam.
Tulisan Terkait Lainnya :