Sebagai generasi yang terlahir lebih dahulu –nggak mau dibilang tua, saya mengalami masa kecil yang sepertinya jauh lebih bahagia dan menyenangkan dibandingkan anak-anak yang terlahir sepuluh atau dua puluh tahun kemudian. Salah satu indikasinya adalah dengan membandingkan permainan anak-anak yang dimainkan di masa kecil saya dengan mainan anak-anak di masa sekarang.
Satu hal yang pasti, permainan anak-anak yang pernah saya mainkan dahulu murah, meriah, dan aktif. Murah karena nyaris banyak permainan yang bisa dimainkan tanpa mengeluarkan biaya, kalaupun ada biaya yang harus dikeluarkan jumlahnya tidak melebihi uang jajan harian yang diberikan orang tua. Meriah karena ada gelak tawa dan canda ketika memainkan permainan tersebut, bahkan ada teriakan kebanggaan ketika berhasil memenangkan permainan. Aktif, karena umumnya permainan anak-anak di masa lalu dimainkan di luar rumah dan harus selalu bergerak untuk memainkannya, bukan diam di tempat.
Dahulu, saya pernah bermain petak umpet, galasin, bentengan, tak kadal, tak uber, tak jongkok, batu tujuh, dor nama, dan gundu. Untuk memainkan permainan tersebut, seorang anak tak bisa diam di tempat. Dia harus aktif bergerak. Ekspresi gembira ketika menang dan kecewa ketika kalah muncul secara alami. Dan semunya bisa dimainkan tanpa mengeluarkan uang. Kalaupun harus mengeluarkan uang, jumlahnya tidaklah besar.
Nah, di antara semua permainan anak-anak yang saya sebutkan di atas, yang paling saya sukai adalah bermain gundu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gundu adalah bola kecil dibuat dari tanah yang dibakar, marmer, kaca untuk mainan anak-anak; kelereng; guli. Istilah gundu lebih dikenal di daerah kelahiran saya, Betawi, dibandingkan kelereng.
Bersama teman-teman, saya bisa bermain gundu di mana saja. Di halaman rumah, di jalanan yang saat itu masih berupa tanah, di lapangan, di lorong sekolah atau kelas, di pelataran masjid, bahkan hingga di areal pemakaman.
Kenapa saya menyukai permainan gundu? Jawabnya karena tiga alasan berikut.
Pertama, saya termasuk anak yang jago memainkan gundu di antara teman-teman sepermainan saya. Istilah Betawinya, gape. Gundu yang saya sentil, hampir selalu mengenai sasaran. Di akhir permainan, saya lebih sering membawa pulang gundu dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan jumlah yang saya bawa dari rumah.
Kedua, gundu bisa dimainkan dalam berbagai bentuk permainan. Beberapa jenis permainan gundu dan cara memainkannya adalah sebagai berikut :
1. Tek-tok
Permainan ini memanfaatkan tembok sebagai tempat pantulan gundu masing-masing pemain. Untuk membatasi agar are permainan tidak terlalu jauh, maka dbuatlah batasan berupa garis di sisi kanan, kiri, dan belakang. Setiap pemain cukup memiliki satu buah gundu untuk ikut dalam permainan ini.
Di awal permainan, setiap pemain memantulkan gacoan, sebutan untuk gundu yang digunakan dalam permainan, ke tembok. Gundu yang dipantulkan tidak boleh melewati garis batas. Jika keluar garis, harus diulangi hingga tiga kali. Jika ada pemain yang melakukan kesalahan hingga tiga kali, maka dia harus menyerahkan gacoannya kepada pemain yang mendapat giliran paling awal.
Pemain yang mendapat giliran paling awal adalah pemain yang jarak gundunya paling jauh dengan tembok atau pemain yang gacoannya mengenai gacoan pemain lain ketika memantulkan gacoan di awal permainan.
Pemain pertama dipersilahkan untuk menyentil gacoannya ke arah gacoan pemain lain. Jika berhasil mengenai sasaran, maka gacoan pemain lain menjadi miliknya. Dia pun berhak untuk melakukan sentilan berikutnya. Jika di sentilan berikutnya dia gagal mengenai sasaran, maka berakhir pula gilirannya dan berpindah ke pemain yang tersisa berikutnya yang letak gacoannya paling jauh dari tembok. Sementara pemain yang gacoannya sudah diambil pemain lain, tidak berhak ikut permainan dan harus menunggu putaran berikutnya.
Permainan berakhir setelah semua pemain mendapat giliran. Pemenangnya adalah pemain yang berhasil mengenai gacoan lain paling banyak. Atau pemain yang pada gilirannya berhasil mengenai gacoan pemain yang sebelumnya mengambil beberapa gacoan pemain lain. Kejadian yang tetakhir ini disebut dengan istilah “muntah”, yaitu kondisi ketika seorang pemain harus mengeluarkan kembali gundu yang sudah didapat sebelumnya kepada pemain yang berhasil mengenai gacoannya.
Sebagai contoh, ada lima orang pemain dengan abjad sebagai urutan giliran, yaitu A, B, C, D, dan E. Jika gacoan A berhasil mengenai gacoan B dan C, maka A berhak memiliki kedua gacoan lawannya tersebut. Ketika gacoan A tidak berhasil mengenai gacoan pemain lainnya, maka selesailah gilirannya. Seandainya gacoan D tidak berhasil mengenai gacoan pemain lain, maka gilirannya selesai. Ketika gacoan E berhasil mengenai gacoan A, maka gacoan A, ditambah milik B dan C, akan berpindah tangan kepada E. Maka pemenangnya adalah E.
Pemenang di setiap putaran mendapat giliran pertama kali untuk memantulkan gundunya ke tembok sebagai awal putaran selanjutnya.
2. Pasangan
Setiap pemain minimal memiliki dua buah gundu untuk ikut serta dalam permainan jenis ini. Setiap pemain menyerahkan satu buah gundu untuk kemudian dikumpulkan dan diletakkan dalam sebuah lingkaran yang digambar di tengah area permaian. Gundu di dalam lingkaran itu disebut pasangan. Satu gundu lagi dipegang sebagai gacoan.
Untuk menentukan giliran, setiap pemain meletakkan atau melemparkan gacoannya. Yang letaknya paling jauh dengan lingkaran, itulah yang mendapat giliran pertama kali.
Tujuan permainan ini adalah menyentil gacoan ke arah pasangan. Jika ada pemain yang berhasil mengenai pasangan, maka gundu yang keluar dari lingkaran berhak menjadi miliknya. Jika demikian, pemain tersebut mendapat hak untuk mengenai gacoan pemain lain agar dia terusir atau kalah dalam permainan. Sebaliknya, pemain tersebut juga harus melindungi gacoannya agar tidak dikenai pemain lain untuk menyelamatkan jumlah pasangan yang sebelumnya berhasil dimiliki.
Satu putaran akan berakhir jika tidak ada lagi gundu yang berada di dalam lingkaran alias pasangan sudah habis. Selanjutnya, sesuai giliran, masing-masing pemain dengan gacoannya berusaha mengenai gacoan pemain lain. Istilah “muntah” juga berlaku di jenis permainan ini. Jika satu pemain, misal B, berhasil mengenai gacoan pemain A yang sebelumnya mendapatkan sejumlah gundu yang berasal dari pasangan, maka gundu tersebut akan berpindah tangan kepada B. Hal yang sama juga berlaku jika pemain C mengenai gacoan pemain A. Semua pasangan yang sebelumnya milik A akan menjadi milik C.
3. Pal
Saya tidak mengerti asal-muasal penyebutan nama ini, tetapi saya sering memainkannya. Setiap pemain yang memiliki satu buah gundu sudah bisa ikut dalam permain ini.
Permainan ini dilakukan di dalam area yang dibuat dengan empat buah garis. Garis pertama adalah batas pemain untuk melempar gacoan. Garis kedua adalah batas terdekat dari garis pertama. Garis ketiga adalah garis yang menjadi target lemparan. Dan garis keempat adalah batas terjauh.
Gacoan yang dilempar masing-masing pemain tidak boleh keluar dari garis kedua dan keempat. Jika ada pemain yang gagal, harus mengulangi hingga tiga kali. Jika gagal tiga kali, maka gacoannya diserahkan kepada pemain yang mendapat giliran pertama.
Pemain yang mendapat giliran paling awal adalah pemain yang jarak gacoannya paling dekat dengan garis target atau garis ketiga. Bahkan jika ada pemain yang gacoannya tepat berada di atas garis ketiga, dia medapatkan hak untuk menggeser tempat menyentil di sepanjang garis ketiga agar dirinya bisa lebih dekat dengan gacoan pemain lain dan lebih mudah mengenai sasaran. Giliran pertama juga bisa menjadi hak pemain yang saat pelemparan, gacoannya mengenai gacoan pemain lain yang medapatkan giliran sebelumnya.
Jika pemain berhasil mengenai gacoan pemain lain, maka gacoan pemain lain tersebut menjadi miliknya. Dia pun berhak untuk melakukan sentilan berikutnya. Jika di sentilan berikutnya dia gagal mengenai sasaran, maka berakhirlah gilirannya dan berpindah ke pemain yang tersisa berikutnya yang letak gacoannya paling dekat dengan garis ketiga. Sementara pemain yang gacoannya sudah diambil pemain lain, tidak berhak ikut permainan dan harus menunggu putaran berikutnya. Jenis permainan ini juga memberlakukan kondisi “muntah” seperti dua jenis permainan sebelumnya.
Permainan berakhir setelah semua pemain mendapat giliran. Pemenangnya adalah pemain yang berhasil mengenai gacoan lain paling banyak. Atau pemain yang pada gilirannya berhasil mengenai gacoan pemain yang sebelumnya mengambil beberapa gacoan pemain lain.
Pemenang di setiap putaran mendapat giliran pertama kali untuk melempar gacoannya ke arah garis target sebagai awal putaran selanjutnya.
4. Pal Bandung atau Tulang Ikan
Permainan gundu ini mungkin memadukan permainan pasangan dan pal. Jika pada pasangan, gundu masing-masing pemain diletakkan di dalam lingkaran, maka di permainan pal bandung atau tulang ikan ini, gundu diletakkan di area berbentuk tulang ikan secara berbaris dengan jarak tertentu yang juga dibatasi dengan garis di kiri, kanan, depan, dan belakang. Mungkin akan lebih jelas jika melihat gambar berikut.
Permainan diawali dengan masing-masing pemain melempar gacoannya dengan jarak yang tidak boleh kurang dari garis pembatas. Pemain yang mendapat giliran paling awal adalah pemain yang jarak gacoannya paling jauh dengan garis batas atau pemain yang saat pelemparan, gacoannya mengenai gacoan pemain lain yang medapatkan giliran sebelumnya.
Setiap pemain mendapatkan hak untuk mendapatkan dua kali sentilan untuk mendekatkan gacoannya terhadap pasangan namun tidak masuk ke area terlarang. Dengan catatan di setiap sentilan harus mengenai gacoan pemain lain. Sentilan ketiga dimanfaatkan untuk mengenai pasangan. Jika berhasil mengenai salah satu gundu pasangan dengan selamat, yaitu keluar dari area terlarang, maka gundu yang dikenainya dan gundu lain ke arah kepala menjadi hak pemain tersebut.
Jika sentilan pertama dan kedua tidak mengenai gacoan pemain lain, maka selesailah gilirannya. Pemain boleh memanfaatkan tiga sentilan tersebut, namun jika tidak memungkinkan, maka bisa langsung memanfaatkan satu sentilan sebagai sentilan terakhir ke arah pasangan.
Untuk mengusir pemain lain, seorang pemain bisa menyentil gacoannya ke arah gacoan pemain lain sehingga gacoan pemain lain tersebut masuk ke area terlarang atau melewati garis batas belakang. Tapi ini sangat beresiko. Sebab keadaan bisa berbalik, bukan gacoan pemain lain yang masuk area terlarang, justru gacoan sendiri.
Satu putaran akan berakhir jika semua pasangan sudah habis. Seandainya di tengah satu putaran sisi pasangan tinggal sedikit dan pemain yang baru saja mendapatkan gundu dari pasangan tersebut ingin menambahkan pasangan, maka pemain lain harus bersedia melakukan hal yang sama. Jika demikian, maka putaran permainan dilanjutkan sebelum berakhir.
Pada permainan ini, tidak berlaku kondisi “muntah” seperti pada jenis permainan sebelumnya.
5. Koba atau Gundu Lubang
Area permainan koba atau gundu lubang ini ditandai dengan sebuah lubang yang dibuat dengan ukuran yang tidak terlalu besar ataupun kecil dengan kedalaman tertentu. Intinya, lubang tersebut tidak menyebabkan para pemain terlalu mudah atau terlalu sulit memasukkan gundu ke dalamnya. Dibuat pula dua buah garis pembatas, yaitu garis pelemparan untuk tempat melempar dan garis sebagai batas jarak terdekat dengan garis pelemparan.
Setiap pemain menyerahkan satu gundu sebagai pasangan. Pasangan tersebut nantinya akan dilempar oleh setiap pemain sesuai dengan gilirannya. Jika ada gundu yang masuk ke dalam lubang, maka gundu tersebut menjadi miliknya. Selanjutnya, dia akan diminta untuk mengenai gundu lain yang berada di luar lubang. Jika berhasil mengenainya, maka semua pasangan menjadi miliknya. Jika tidak, maka pemain berikutnya yang mendapat giliran. Namun jika ada satu gundu saja yang dilempar tidak sampai melewati garis batas jarak terdekat, maka pemain yang melakukannya akan kehilangan giliran.
Pemain yang mendapatkan giliran pertama adalah pemain yang berhasil memasukkan gacoannya ke dalam lobang pertama kali. Lalu urut ke pemain berikutnya yang jaraknya lebih dekat dengan lubang dan seterusnya.
Pada permainan ini, tidak berlaku kondisi “muntah” seperti pada jenis permainan pertama di atas.
Ketiga, saya bisa mendapatkan uang dan juga berbagi kepada teman-teman sepermainan.
Seluruh permainan anak-anak yang pernah saya mainkan bisa dikatakan memberikan manfaat untuk melatih keterampilan motorik, melatih kemampuan berpikir (kognitif), kemampuan berhitung, mengasah keterampilan sosial, dan melatih mengendalikan emosi. Khusus permainan gundu, saya mendapatkan manfaat tambahan, yaitu uang dan berbagi kepada sesama teman.
Ketika bermain, saya akan memilih dan memisahkan gundu-gundu yang masih bagus dengan yang tidak. Yang bagus itu yang masih mulus. Sedang yang tidak itu adalah gundu yang sudah tidak mulus lagi karena sering kena gundu lain dalam permainan.
Jika saya menang, dan itu sering terjadi, di akhir permainan saya akan melemparkan gundu-gundu yang tidak mulus itu ke atas untuk dijadikan rebutan di antara teman-teman saya. Selanjutnya, saya melangkah pulang dengan hati penuh riang.
Sementara gundu yang mulus saya bawa pulang. Jika ada yang ingin membeli gundu kepada saya, tentu saja saya akan menjualnya. Saya akan menjualnya dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di warung. Alhasil, saya pun mendapatkan sejumlah uang. Uang tambahan untuk jajan 😀
Demikianlah kisah saya dan gundu di masa anak-anak saya dahulu. Bagaimana dengan Anda, apa permainan favorit Anda?
Tulisan Terkait Lainnya :
- Kain Sarung dan Masjid di Masa Kecil
- Kisah Patah Hati Semasa SMA
- Lika-liku Putih Abu-abu
- Rahasia Persahabatan : Ongkos Angkot
- Bioskop Bang Musa
- [EF#16 Weekly Challenge] A Tale of a Stone Miner
- [EF#15 Weekly Challenge] Traditional Games: Cheap and Festive
- [EF#14 Weekly Challenge] Shane Gooseman
- [Nostalgia] Seni Rupa
- [Nostalgia] Fisika