Dahulu, kain sarung bagi saya dan teman-teman sepermainan, bukan hanya berfungsi sebagai salah satu perlengkapan shalat saja, tetapi juga alat untuk permainan. Permainan yang biasanya hanya kami mainkan ketika berada di masjid. Teras Masjid Jami’ Al-anwar tepatnya. Sebuah masjid yang cukup besar yang letaknya sekitar lima puluh meter dari rumah saya.
Ada dua permainan yang sering kami mainkan dengan alat bantu kain sarung. Ninja-ninjaan dan cambuk-cambukan. Keduanya biasa kami mainkan di antara waktu shalat Maghrib dan Isya. Sebab saya dan teman-teman yang shalat maghrib tidak pulang ke rumah. Selepas melaksanakan shalat isya barulah kami pulang.
Ninja-ninjaan
Kain sarung yang kami bawa, kami kenakan sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh wajah kecuali kedua mata. Sebuah usaha untuk menirukan kostum ninja. Dengan kostum yang sebenarnya ribet tersebut, saya dan teman-teman sepermainan berlagak seperti ninja yang bertarung satu sama lain.
Seru!
Cambuk-cambukan
Kain sarung kami gulung sedemikian rupa sehingga mengerucut di salah satu ujungnya. Sementara ujung lainnya agak besar dan dibuat simpul untuk dijadikan sebagai pegangan.
Cambuk dari kain tersebut bukan untuk dilecutkan ke badan teman sepermainan, melainkan ke dinding atau lantai masjid. Jika cambuk yang kami buat bagus, ketika ujungnya mengenai dinding atau lantai masjid, akan terdengar suara lecutan yang cukup keras.
Cetarrrrrrr!
Tulisan Terkait Lainnya :