Terzina : Terlena, Dendam, dan Sendang

aku dan puisi

Terzina merupakan salah bentuk puisi baru. Terzina memiliki ciri di mana setiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai). Saya kurang tahu apakah ada ketentuan lain tentang Terzina ini, misalnya ketentuan rima dan jumlah kata dalam setiap barisnya.

Semasa SMA, saya pernah membuat sebuah puisi yang menurut saya sendiri bisa digolongkan ke dalam jenis Terzina. Entah menurut para ahli. Puisi tersebut berjudul “Terlena”.

Sebelum saya memposting kembali puisi “Terlena” dan dua puisi lainnya di sini, saya melakukan googling dengan meng-sopy-paste dua bait pertama. Saya cukup terkejut ternyata banyak sekali blog yang memuat puisi saya tersebut. Bahkan salah satunya menyimpan beberapa puisi hasil karya saya yang lain 😀

Berikut adalah tiga buah puisi jenis Terzina menurut versi saya.

 

..:: Terlena ::..

kubernyanyi
kumenari
lalu terelena

kuberdendang
kutertawa
lalu lalai dan lupa

kuberjalan
kuberlari
lalu berhenti tanpa tujuan pasti

kubersedih
kumenangis
lalu meneteskan air mata hingga habis

kuterdiam
membekukan diri
entah berbuat apa lagi

kupergi
lalu kembali
entah kapan tersadar

bilakah kumelangkah
berkelana mengitari bumi
namun pasti aku akan kembali

..:: Dendam ::..

aku terusir dan terasing karena leluhurmu
putik dendam bertunas di dada ini
kan kubalaskan kepada kalian hingga kumati

tapi aku tak akan mengusir atau mengasingkan kalian
kan kujadikan kalian sebagai sahabat
agar aku tak sendirian menjalani siksa teramat berat

..:: Sendang ::..

di air sendang yang tenang kumemandang menembus sebuah bayang
matanya yang tajam menatapku suram seakan ingin berkata
bahwa aku adalah makhluk hina tak berharta tanpa tahta

lalu angin bertiup kencang mencipta gelombang menghapus bayang
melenyapkan penilaian manusa penuh alpa
yang menjadikan rupa sebagai puja dan tahta sebagai mahkota


Baca Puisi Lainnya :