Momen Ramadhan yang paling berkesan menurut saya adalah ketika rangkaian pelaksanaan ibadah puasa, mulai dari sahur, kemudian berpuasa, hingga berbuka yang berbeda dengan yang biasa saya lakukan. Pengalaman tersebut saya alami di bulan Juli tahun 2012, di salah satu kabupaten di Sumatera Barat. Solok, namanya.
Sebenarnya, keberangkatan saat itu adalah kali ke tiga saya mendapatkan tugas ke luar Jakarta di bulan Ramadhan. Namun tugas sebelumnya tidak sampai lebih dari tiga hari, sementara di Solok saat itu, saya dan beberapa rekan kerja mendapatkan tugas dari kantor kurang lebih selama seminggu. Jadi pastinya lebih berkesan.
Kesan pertama : Makan Sahur di Kamar Hotel Dengan Porsi Super Jumbo
Di dua tugas sebelumnya, para tamu hotel bersantap sahur di restoran atau ruang makan di dalam hotel. Menunya tinggal pilih yang mana yang akan disantap dari semua menu yang tersedia. Sedangkan selama menginap di dua hotel di Solok, saya dan teman-teman bersantap sahur di kamar hotel berupa nasi bungkus. Menunya kami pesan ke pihak hotel di malam hari sebelumnya.
Selama di kedua hotel tersebut, menunya sesuai dengan permintaan. Yang kurang pas adalah porsi nasinya. Porsinya jauh lebih banyak daripada porsi yang biasa saya makan. Super jumbo. Akibatnya, setiap sahur pasti ada saja nasi yang tersisa. Saya tidak sanggup menghabiskan semua isi nasi bungskus yang disediakan pihak hotel.
Kesan kedua : Berbuka Puasa dari Satu Tempat ke Tempat Lain
Bagi saya pribadi, saya lebih senang berbuka puasa di rumah. Sebab jika membayangkan acara berbuka puasa di luar rumah, misalnya di sebuah food court yang ada di dalam mall atau restoran, yang terlintas di dalam benak pikiran saya adalah repotnya ketika harus harus antri ketika memesan makanan, saat berwudhu, dan akan melaksanakan shalat maghrib. Tingkat kerepotan bertambah lagi jika letak mushalla atau masjid berjauhan dengan lokasi food court.
Namun demikian, ada masanya bagi saya untuk mengalami hal di atas. Berbuka puasa di luar rumah, meskipun bukan di dalam food court sebuah mall. Selama kurang lebih satu minggu, saya berbuka di warung makan atau restoran. Berpindah-pindah setiap kali berbuka. Namun ada juga tempat makan yang kami kunjungi sebanyak dua kali.
Selepas berbuka puasa, kami kembali ke kantor untuk shalat maghrib berjama’ah di mushalla kantor. Bahkan adakalanya kami shalat Isya dan tarawih di tempat yang sama bersama para pegawai lainnya.
Satu jenis makanan santap berbuka puasa yang saya rasakan paling nikmat di lidah adalah makanan yang bernama “Danguang-danguang”. Saya mencicipinya ketika berada di Bukittinggi, sambil menikmati hari sabtu dan minggu yang merupakan hari libur sebelum kembali ke Solok di Minggu tengah malam agar Senin pagi kami bisa masuk kantor lagi.
Sebelum menuju Solok, kami menginap semalam di Padang karena tas salah seorang rekan satu tim masih tertinggal di Jakarta. Di saat akan melaksanakan shalat Isya di mushalla hotel, saya mendengar seorang perempuan yang sepertinya adalah pegawai hotel memanggil saya dengan sebutan “Buya”.
Buya adalah panggilan atau sebutan untuk ulama, ustadz, atau kyai.
Ternyata, yang menyebabkan perempuan tersebut memanggil saya dengan sebutan itu karena di saat melaksanakan shalat maghrib sebelumnya, dia menjadi salah satu makmum bersama dengan teman saya. Saat itu, saya kebetulan menjadi imam shalat 😀
Tulisan Terkait Lainnya :
- Coretan Tentang Ramadhan Paling Berkesan
- Ramadhanan Gue di Dunia Nyata dan Maya
- Unforgettable Journey : Tour of Duty in West Sumatera
- Maksud Hati Ingin Berbuka, Apa Daya Tubuh Terluka
- Buanglah Sampah Itu Pada Waktunya!
- Yang Berguguran
- Wajar Nggak Sih, Kalau Rambut Rontok Disisir?
- Alhamdulillah, (Kedua) Durennya Selamat
- Apakah Duren Ini Bisa Lolos?
- Secangkir Teh yang Begitu Menggoda