“Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Kita sering melihat dan membaca terjemahan surat Ar-Ruum ayat 21 di atas yang biasanya tertulis di salah satu bagian kartu undangan pernikahan. Kita juga sering mendengar ayat tersebut disamapikan dalam ceramah bertemakan pernikahan atau rumah tangga. Ayat di atas pula yang mendasari dua orang penulis perempuan, Afifah Afra dan Riawani Elyta, menulis buku bertema pernikahan dengan judul “Sayap-sayap Mawaddah”.
“Sayap-sayap Mawaddah” yang terbit bulan Juli 2015 ini merupakan seri kedua dari buku sebelumnya yang berjudul “Sayap-sayap Sakinah.” Jika saya membaca kembali terjemahan di awal tulisan ini, saya jadi menduga-duga bahwa nantinya akan menyusul buku seri ketiga dengan judul “Sayap-sayap Rahmah”, sebab kata-kata “sakinah”, “mawaddah”, dan “rahmah” muncul di ayat 21 surat Ar-Ruum secara berurutan. Benarkah demikian? Wallaahu a’lam.
Jika “Sayap-sayap Sakinah” membahas kondisi-kondisi sebelum atau menjelang pernikahan semisal misteri jodoh, memperbaiki tujuan menikah, cara mendapatkan jodoh terbaik, perjanjian pra nikah, hingga cara bermalam pertama, maka “Sayap-sayap Mawaddah” membahas kondisi yang akan dilalui oleh pasangan suami-istri sejak akad nikah terjadi.
Apa itu mawaddah? Apa saja yang nantinya akan dilalui oleh pasangan ketika mengarungi samudera rumah tangga? Apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pasangan agar jalinan kasih mereka tetap kekal hingga maut memisahkan? Semuanya dibahas tuntas dan lugas di dalam “Sayap-sayap Mawaddah”.
Tak hanya menyajikan teori pernikahan, buku ini juga menghadirkan lima naskah inspiratif tentang pernikahan dari pemenang “Lomba Menulis Kisah Sejati Miracle Of Love In Marriage” yang pernah diadakan Indiva.
Abu Hasan al-Mawardy, dalam an-Nukat Wa al-‘Uyun menjelaskan tentang mawaddah yang disarikan dari QS. Ar-Rum : 21 yaitu sebagai al-Mahabbah (kecintaan), al-Jima’ (hubungan badan),dan mencintai (kecintaan terhadap) orang dewasa. Maka, dapat didefiniskan bahwa mawaddah merupakan semacam perasaan cinta yang bersifat passionate (gairah), sebagaimana yang terjadi antara dua orang yang berlawanan jenis. Rindu dendam, mabuk cinta, merasa ingin selalu berdekatan dengan luapan kegairahan, ini adalah mawaddah. Satu-satunya ekspresi mawaddah yang diizinkan dan bahkan bisa bernilai ibadah adalah kepada suami atau istri, berupa jimak atau hubungan seksual. Tanpa hubungan pernikahan, hubungan seks dihukumi zina. (Sayap Sayap Mawaddah, hlm 24).
Cinta, jika diibaratkan sebagai benih tumbuhan, maka ia hanya akan tumbuh dengan baik dan sempurna jika ditanam di tempat yang baik dengan situasi cuaca yang mendukung. Tempat yang baik bagi benih cinta seorang lelaki adalah jiwa dan raga seorang perempuan. Tempat yang baik bagi benih cinta seorang perempuan adalah jiwa dan raga seorang lelaki. Begitulah ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sejak masa Adam dan Hawa. Sementara cuaca yang mendukung adalah sebuah ikatan yang sah antara seorang lelaki dan perempuan melalui sebuah ijab dan qabul pernikahan. Bukankah setelah menikah akan muncul ketenangan di hati-hati pelakunya untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya terlarang?
Hubungan badan yang terjadi antara seorang lelaki dengan seorang perempuan akan menjadi sebuah dosa besar jika dilakukan di luar pernikahan. Sebab yang demikian adalah perbuatan zina. Sebaliknya, akan ada ganjaran pahala jika yang melakukannya adalah pasangan yang sudah menikah. Sebab perbuatan tersebut tergolong sebagai sedekah. Hubungan badan merupakan bentuk atau wujud dari mawaddah, namun dalam pernikahan, tak hanya hubungan badan semata.
Ketika benih cinta itu tumbuh, maka yang harus dilakukan oleh setiap pasangan suami-istri adalah memeliharanya. Cinta yang tak dijaga dan dipelihara akan layu dan kemudian mati di tengah jalan. Sebab cinta pada dasarnya adalah rasa yang tumbuh karena adanya ketertarikan secara fisik. Padahal, selera bisa berganti sebagaimana fisik juga bisa berubah sesuai dengan perjalanan usia. Karenanya, setiap pasangan harus bisa menjaganya dengan baik agar kemudian muncul rahmah atau kasih sayang sifatnya lebih langgeng.
Berumah tangga bukanlah perjalanan yang lurus terus-menerus. Akan ada yang namanya jalan menurun, menanjak, lubang-lubang, atau kerikil. Karenanya berdamai dengan segala kondisi yang terjadi dalam pernikahan, menyelesaikan masalah yang timbul secara bersama-sama, dan saling memaafkan adalah bahan bakarnya mawaddah. Lantas bagaimana caranya untuk bisa menjaga mawaddah tetap menyala?
Pertama, learn to love. Bangun pikiran postif tentang pasangan bahwa dirinya adalah yang terbaik untuk kita. Jika ternyata sosoknya lebih baik dari sangkaan sebelumnya, maka tingkatkanlah rasa syukur. Jika ternyata sosoknya lebih buruk dari dugaan sebelumnya, maka tingkatkan kesabaran. Buka pintu hati lebar-lebar dan yakinkan kebenaran ayat Allah bahwa pasangan kita adalah sosok yang terbaik bagi kita dan di balik kekurangan yang dimilikinya tersimpan lebih banyak kebaikan bagi diri kita.
Suami istri memiliki fungsi sebagai pakaian satu sama lain. Jika pakaian yang dikenakan seseorang berfungsi untuk menjaga aurat agar tidak terlihat oleh orang lain dan melindungi tubuh dari panas, hujan, debu, dan benda-benda lainnya yang akan menyakiti tubuh, maka suami-istri harus bisa melindungi satu sama lain dari hal-hal yang mengganggu keharmonisan rumah tangga. Masing-masing harus menjaga agar kekurangan yang dimiliki pasangan tidak menjadi konsumsi publik. Sebab jika menjadi konsumsi publik, maka gunjingan demi gunjingan akan terdengar dan bisa berakibat hancurnya harkat dan martabat keluarga. Selain saling menjaga aib, suami-istri juga harus bisa melindungi hati dan pikiran pasangannya dari omongan, sangkaan, atau dugaan yang datang dari pihak-pihak luar demi keharmonisan rumah tangga.
Kedua, show your love. Jangan ragu untuk mengatakan “I LOVE YOU” kepadanya. Genggam tangannya, berikan pelukan dan kecupan, berhias di hadapan satu sama lain, saling memberikan hadiah, dan memberikan pujian, adalah beberapa contoh untuk menunjukkan cinta kepada pasangan.
Bentuk lain dari show your love adalah romantisme. Romantisme juga tidak selalu berupa hal-hal besar. Romantisme juga bisa lahir dari hal-hal kecil seperti yang sudah disebutkan di atas. Ketika istri memasak di dapur sementara suami mencuci piring kotor di waktu yang sama atau pergi ke pesta pernikahan dengan mengenakan corak pakaian yang sama, bisa jadi bentuk romantisme yang lain.
Ketiga, prove your love. Ini mungkin yang terberat. Namun bukan berarti tidak mungkin untuk diwujudkan. Yang jelas, pembuktian cinta berlangsung seumur hidup. Sebuah cinta akan terbukti jika memang sudah teruji ketika godaan dan gangguan datang baik yang datang dari lingkungan internal dan ekternal.
Ketika sakinah sudah dalam genggaman, lalu mawaddah yang tumbuh bisa dijaga dan dipelihara, niscaya rahmah akan hadir dan kelak berbuah jannah yang abadi. Insya Allah.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GA promtwit Sayap-sayap Mawaddah
Tulisan Terkait Lainnya :
- [Resensi] : Tentang Kita
- 5 Aplikasi yang Memudahkan Administrasi Perpajakan Anda
- Plus Minus My COD
- Review Aplikasi My JNE
- I and My JNE
- Jajanan Kaki Lima : Dari Mie Ayam Hingga Hotang
- Ini Tentang Buku Cerita Anak
- Berbekal Sakinah, Bangun Mawaddah, Tuk Menggapai Rahmah
- Kambing Soon : Best Lamb in Town
- I am Hope : Antara Kanker dan Harapan