Tahun 2012 merupakan tahun di mana saya sering mendapatkan tugas luar kantor. Di tahun itu, instansi tempat saya bekerja sedang melakukan pergantian sistem informasi sehingga perlu dilakukan sosialisasi dan asistensi para user di unit vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk sosialisasi, saya mendapatkan tugas ke Medan, Padang, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Sementara untuk asistensi saya ditugaskan ke Bangkalan, Solok, dan Meulaboh. Beberapa catatan tentang perjalanan tersebut saya abadikan dalam beberapa coretan yang biasanya diawali dengan kata “Tour of Duty”. Di antara semua tour of duty tersebut, penugasan asistensi ke Solok adalah yang paling mengesankan. Berikut adalah kisahnya.
*****
Tanggal 25 Juli 2012, perjalanan ke Solok dimulai. Awalnya saya merasa agak khawatir ketika mendapat kabar bahwa Padang dilanda banjir bandang dan jalur perjalanan akan melewati lokasi tersebut. Ternyata tidak. Jalur yang saya dan tim tempuh tidak melalui lokasi banjir. Lega.
Sekitar pukul empat belas kurang sekian menit, saya sudah tiba di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta. Lebih cepat dari jadwal dan perkiraan saya. Jadilah saya menunggu anggota tim lainnya selama beberapa saat. Pesawat yang akan membawa saya dan tim akan berangkat menuju Bandara Minangkabau di Padang sekitar pukul enam belas. Sekitar pukul tujuh belas sore, kami tiba di tujuan.
Rencananya, saya dan tim akan langsung ke Solok dari bandara. Sayangnya, salah satu bagasi anggota tim tertinggal di Jakarta, terpaksa kami harus menginap di Padang selama satu malam sambil menunggu bagasi tersebut diantar. Keesokan harinya kami berangkat ke Solok dengan menggunakan travel.
Pemandangan yang luar biasa sempat saya nikmati selama perjalanan. Barisan bukit-bukit hijau seperti menemani perjalanan kali ini. Bahkan ketika kami melewati tikungan Sitinjau Laut yang sangat tajam dan curam, tak ada kekhawatiran atau ketakutan sama sekali. Jelas karena bukan saya yang duduk sebagai sopir 😀
Sekitar pukul setengah sembilan, akhirnya tim tiba di lokasi dan mulai bertugas selama beberapa hari di sebuah kantor dengan bentuk gedung yang unik. Megah. Berarsitektur indah. Namun yang mencuri perhatian saya adalah pemandangan di belakang gedung kantor berupa sawah yang luas. Sesekali saya melihat beberapa orang petani sedang menanam padi.
Setelah melaksanakan tugas selama dua hari di kantor, tibalah akhir pekan. Bila saat ditugaskan ke Bangkalan dan Meulaboh saya tida jauh-jauh meninggalkan kota tempat bertugas, maka di hari Sabtu dan Minggu di Solok, saya dan tim akan jalan-jalan ke beberapa tempat dengan bantuan salah seorang pegawai kantor setempat sebagai guide.
28 Juli 2012
Tempat persinggahan pertama dari rangkaian jalan-jalan di akhir pekan adalah Danau Singkarak. Danau Singkarak adalah sebuah danau yang membentang di dua kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar. Danau ini memiliki luas 107,8 km² dan merupakan danau terluas kedua di pulau Sumatera. Airnya sangat jernih. Ketika saya berdiri di pinggir danau, saya bisa melihat dengan jelas bebatuan yang ada di dasar danau serta ikan-ikan yang berenang. Aliran air Danau Singkarak dimanfaatkan untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, kabupaten Padang Pariaman.
Di Danau Singkarak, terdapat spesies ikan yang diperkirakan tidak akan ditemukan di tempat lain. Hanya hidup di danau ini. Ikan Bilih namanya. Ikan tersebut diolah dan menjadi makanan khas daerah setempat. Ketika menginap di hotel Padang, saya sudah mencicipinya. Rasanya garing dan renyah.
Setelah puas menikmati keindahan Danau Singkarak, kami melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi. Kami mencari hotel untuk menginap di malam harinya. Setelah mendapatkan kamar, kami langsung melanjutkan perjalanan. Lembah Harau adalah tujuan kami berikutnya.
Tiba di kawasan Lembah Harau, mata saya langsung dimanjakan dengan hijaunya sawah yang seolah-olah dipagari dengan bukit-bukit tinggi. Kabarnya, dari bukit-bukit tinggi itu mengalir belasan air terjuan. Namun sayang, ketika saya tiba di sana, hanya ada dua air terjun yang tersisa. Debit airnya pun kecil. Sementara sumber air di lokasi lainnya tidak ada. Mungkin kering.
Di pintu masuk Lembah Harau, terdapat beberapa kios yang menjual cinderamata. Kebanyakan berupa gantungan kunci. Saya sempat merekam bagaimana proses pembuatan gantungan kunci tersebut.
Puas berada di Lembah Harau, saya dan tim kembali ke Bukittinggi. Beberapa saat setelah keluar kawasan Lembah Harau, terlihat dua buah bangunan megah laksana istana yang berada di atas bukit. Kedua bangunan itu adalah Kantor Bupati dan Kantor DPRD Lima Puluh Kota.
Saat maghrib hampir tiba, kami masih berada di dalam perjalanan menuju Bukittinggi. Akhirnya kami menuju sebuah tempat makan untuk berbuka puasa. Tempat makan tersebut menyediakan Sate Danguang-danguang. Sate berbahan dasar irisan sapi atau lidah sapi ini disajikan dengan kuah yang sangat kental, berwarna kuning, gurih. Aroma rempah-rempahnya juga begitu kentara. Sate ini dinikmati bersama ketupat. Rasanya sungguh luar biasa nikmat. Apalagi dinikmati untuk menutup puasa di siang harinya.

Setelah menikmati Sate Danguang-danguang, kami segera menuju hotel di Bukittinggi. Sebelum tidur, saya dan dua orang rekan menyempatkan diri untuk keluar hotel mencari durian. Setelah berputar-putar tanpa tahu ke mana arah yang dituju, akhirnya kami menemukan sekumpulan pedagang durian. Setelah tawar-menawar, kami langsung menikmati beberapa durian. Mantap!
Perjalanan malam itu saya akhiri dengan menikmati Teh Taluak, sebutan untuk teh telur. Minuman dengan warna seperti kopi susu dan berbusa di bagian atasnya sebagai hasil dari kocokan telor dan teh. Rasanya yang sangat manis mungkin berasala dari gula dan madu. Aroma kuning telur masih terasa sedikit.

29 Juli 2012
Di hari minggu, kami check out dari hotel untuk meninggalkan Bukittinggi menuju Padang. Kami sempatkan untuk singgah sejenak di Jam Gadang, Pasar Atas, dan Pasar Aur Kuning. Jalur yang kami lewati melalui Danau Maninjau dengan jalur kelok-keloknya yang terkenal itu, terutama Kelok 44.
Kalau dihitung-hitung, sepertinya jumlah kelokan yang kami lalui lebih dari 44 😀
Menjelang sore hari, kami tiba di Kota Padang. Kami putuskan untuk berbuka puasa di warung makan yang berada di pinggir pantai. Sambil menunggu menu sajian terhidang, saya melangkah ke belakang warung makan di mana saya bisa melihat pantai dan sunset.
Di saat menikmati santapan berbuka, ada sebuah kejadian unik dan lucu yang masih saya ingat.
Di dalam tim, ada satu anggota yang belum menikah. Seoran non muslim. Melalui kontak di jejaring sosial, dirinya berkenalan dengan seorang perempuan yang juga non muslim yang kemudian keduanya membuat perjanjian untuk bertemu di sebuah tempat makan di pinggir pantai Kota Padang.
Singkat kata dan singkat cerita, kami pun bertemu dan makan.
Sepertinya, teman saya itu agak sulit untuk mengungkapkan perasaannya kepada perempuan yang ditaksirnya. Kondisi itulah yang menyebabkan dirinya menjadi bulan-bulanan anggota tim lain.
Bermaksud untuk membantu teman saya tersebut, saya pun membuka tulisan saya yang berjudul “Lelaki dan Dua Buah Lagu” melalui handphone saya lalu memberikannya kepada teman saya tersebut untuk dibaca. Dia pun membacanya sambil tersenyum-senyum.

Di dalam tulisan tersebut diceritakan, seorang lelaki meminta seorang pengamen untuk menyanyikan dua buah lagu untuk istri tercintanya. Cerita di tulisan tersebut berakhir bahagia.
Teman saya pun mulai beraksi. Dia bangkit dari tempat duduknya dan mendekati pengamen yang sedang bernyanyi. Saya pastikan bahwa dirinya meminta pengamen tersebut untuk menyanyikan dua buah lagu sebagaimana tulisan saya yang baru saja dibacanya.
Tak lama kemudian, pengamen itu pun mulai menyanyikan lagu “Akhirnya Kumenemukanmu” oleh Naff. Persis seperti cerita yang saya buat.
Namun, hingga pengamen tersebut menyelesaikan lagu pertama, saya tidak melihat teman saya itu mendekati perempuan yang ditaksirnya sambil mengutarakan sesuatu dengan iringan lagu tersebut. Jangankan mendekati si perempuan, batang hidungnya pun tidak terlihat lagi di meja makan. Bahkan hingga pengamen selesai menyanyikan lagi kedua, “Begitu Indah” yang dipopulerkan oleh Padi.
Setelah sang pengamen selesai, barulah teman saya tersebut balik ke meja makan. Tak lama kemudian, acara makan-makan pun selesai.
“Ke mana tadi?” Tanya saya.
“Aduh, Mas. Tadi habis minta lagu, perut gue sakit. Nyari-nyari toilet jauh banget.” Jawabnya dengan sedikit menyesal.
Adakalanya, kenyataan tak seindah apa yang tertulis di buku.
Malam itu akhirnya kami kembali ke Solok karena Senin pagi, kami harus melakukan tugas lagi di kantor.
2 Agustu 2012
Hari Rabu sore, saya dan tim berangkat ke Padang sebab di hari Kamis kami haru kembali ke Jakarta. Terlalu beresiko jika kami berangkat di Kamis pagi menuju Bandara Minangkabau. Khawatir ketinggalan pesawat.
Di perjalanan, kami singgah sebentar untuk membeli durian untuk kami bawa pulang. Dari Solok kami sudah membawa tempat penyimpanan dari plastik. Durian dibelah ditempat dan isinya dimasukkan ke dalam kotak plastik tersebut. Untuk mengurangi aromanya yang tajam, plastik tersebut saya tutup dengan lakban di seluruh bagian. Saya juga menaburkan bubuk kopi yang ada di hotel.
Keesokan paginya saya dan tim checkout dari hotel menuju bandara.
Ketika saya dan tim sedang mengantri untuk melakukan check in, tiba-tiba petugas bertanya, “Apakah ada yang membawa durian. Jika ada, sebaiknya dikeluarkan daripada nanti sudah membayar kelebihan bagasi tapi tidak bisa dibawa pulang.”
Panik juga saya mendengar ucapan petugas tersebut. Bagaimana nasib durian yang sudah saya kemas serapat mungkin jika harus ditinggal begitu saja. Dengan terpaksa, salah satu dus harus dikeluarkan. Namun beberapa saat kemudian, dus tersebut bisa masuk setelah di-wrap dengan plastik di sekelilingnya.
Selamatlah durian tersebut dan bisa dinikmati di rumah masing-masing.
*****
Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Unforgettable Journey Momtraveler’s Tale
Tulisan Terkait Lainnya :