Sekian tahun yang lalu, kata “mumtaz” sempat akrab di telinga saya. Pasalnya, ada seorang rekan yang mengucapkan kata tersebut dalam beberapa kesempatan. Juga karena sering melihat wajah seseorang yang berprofesi sebagai pembaca berita di salah satu staisun televisi yang nama belakangnya “Mumtaz”.
Selasa pagi kemarin, kata itu muncul kembali. Saya membaca kata “mumtaz” yang tertulis dengan huruf arab ketika menyaksikan film Inkhearth yang ber-subtitle Bahasa Arab. Ketika sang tokoh mengucapkan kata “Excellent” muncullah kumpulan huruf hijaiyah yang membentuk kata “mumtaz”.
Kira-kira seperti itulah latar belakang judul dari coretan ini. Entah apakah ada hubungannya atau tidak dengan isi coretan ini.
Bagi yang membaca isi surat yang saya beri judul “Ketika Kau Tak Memiliki Banyak Tuntutan, Maka Bunga Cintaku Bermekaran” hingga akhir, mungkin akan menemukan keterangan di mana surat tersebut saya buat, yaitu Lombok. Selama tiga hari, saya berada di Lombok untuk menjalankan tugas dari kantor.
Departure
Selasa, sekitar pukul tiga pagi, saya berangkat dari rumah menuju terminal Blok M. Saya diantar oleh adik dengan sepeda motornya. Sengaj saya memilih berangkat sebelum shubuh agar bisa shalat shubuh di bandara dan tidak tertinggal pesawat yang akan berangkat pukul sekitar pukul enam pagi.
Setelah kurang lebih lima belas menit menyusuri jalanan yang masih sepi, saya tiba di terminal Blok M pukul 03 :16. Ada dua buah Bis DAMRI dengan mesin yang sudah menyala menunggu penumpang. Saya hanya melihat satu atau dua penumpang baik yang berada di dalam bis maupun di luar bisa,
Saya berdiri beberapa saat di halte, tidak langsung masuk ke dalam bis. Saya melihat ada seorang Bapak turun dari dalam bis. Sepertinya Bapak tersebut kebingungan antara menggunakan DAMRI atau taksi. Saya kemudian bertanya, “Bisnya berangkat jam berapa, Pak?”
“Biasanya jam tiga,” jawab Bapak itu.
Tak lama kemudian, ketika saya sudah duduk di dalam bis, saya melihat Bapak itu berjalan menjauhi bis. Dugaan saya, beliau naki taksi untuk ke bandara.
Sekitar pukul 03:30, bisa berangkat. Sesuai perkiraan saya.
Ternyata, tarif DAMRI naik lima ribu rupiah dari sebelumnya menjadi Rp. 35.000. Entah mulai kapan berlakunya. Yang jelas, saat tugas terakhir sebelum ke Lombok kali ini masih Rp. 30.000.
Karena masih pagi dan sepi, perjalanan ke Bandara sangat lancar. Tiba di bandara sekitar pukul 04.10. Langsung chekin untuk kemudian shalat shubuh.
Sekitar pukul enam pagi, pesawat berangkat. Lama perjalanan dari Jakarta ke Lombok sekitar satu setengah jam. Selama di pesawat, saya menonton film Inkheart. Film yang bercerita tentang seorang silvertouge – manusia dengan kemampuan mengeluarkan tokoh-tokoh dari setiap novel yang dibacanya dengan suara ke dalam dunia nyata. Saya tak bisa menyelesaikan Inkheart di dalam pesawat karena durasi filmnya lebih lama daripada lamanya perjalanan.
Sekitar pukul delapan pagi, yang artinya pukul sembilan pagi waktu setempat, saya tiba di Lombok. Dari bandara menuju hotel, saya naik travel yang memakan waktu perjalanan kurang lebih empat puluh lima menit. Selama perjalanan, telinga saya dimanjakan dengan alunan lagu dangdut dari penyanyi Rita Sugiarto. Dua lagu di antaranya berjudul Zainal dan Jacky.
Dari cerita sopir travel, saya mendapatkan sedikit gambaran mengenai Lombok. Cuaca di Lombok cukup panas karena sudah sekitar tiga bulan tidak turun hujan. Dalam perjalanan tersebut, mobil melewati dua daerah dengan kondisi yang berbeda. Saya lupa tepatnya nama daerahnya.
Tanah di satu bersifat keras sehingga sulit ditanami padi. Karenanya, saya melihat banyak lahan yang kering. Namun demikian, banyak pedagang buah semangka di pinggir jalan. Mungkin tanaman semangka saja yang cocok dengan kondisi tanah tersebut.
Sementara tanah di daerah berikutnya lebih gembur dan subur dan mungkin didukung dengan sistem pengairan yang bagus. Di daerah tersebut saya melihat lahan sawah yang ditumbuhi pagi yang menghijau dan juga tanaman jagung.
Hotel
Hotel tepat saya menginap dan belangsungnya acara boleh dibilang sangat besar. Ada banyak kamar di lima lantainya. Terdapat beberapa ruang pertemuan yang juga ukurannya besar dan bisa menampung ratusan orang.
Mushalla hotel juga cukup luas. Sehingga di waktu-waktu shalat banyak pengunjung hotel yang ikut shalat berjama’ah. Kondisi mushalla tersebut juga akhirnya mendorong saya untuk shalat di mushalla dibanding di kamar. Biasanya, jika saya menginap di hotel dengan mushalla yang kurang luas membuat saya malas shalat berjama’ah dan memilih shalat di kamar. Sendirian.
Arrival
Kamis pagi, selepas sarapan pagi, sekitar pukul tujuh waktu setempat, saya langsung chek out dari hotel menuju bandara. Kali ini taksi di depan hotel yang menjadi pilihan. Perjalanan sangat lancar sehingga saya tiba di bandara lebih cepat dibandingkan perkiraan.
Jadwal pesawat tepat waktu. Sekitar pukul sembilan kurang waktu setempat, saya dan para penumpang mulai memasuki pesawat. Tak lama kemudian, pesawat berangkat.
Selama di pesawat, saya melanjutkan menonton film Inkhearth hingga selesai. Lalu disambung dengan seri pertama dari film The 100.
Sekitar pukul sebelas, saya tiba di bandara. Langsung menuju lokasi bis DAMRI. Tak lama menunggu setelah membeli karci, DAMRI tujuan Blok M datang. Saya pun langsung naik. Beberapa saat setelah bis keluar dari area bandara, saya tertidur.
Saya terjaga sesaat sebelum bis tiba di daerah Slipi Jaya. Saya kemudian turun di Slipi bawah untuk melanjutkan perjalanan dengan angkot. Mikrolet M-09. Di dalam Mikrolet, Pak Sopir memutar kumpulan lagu-lagu dari Koes Plus di sepanjang perjalanan.
Ketika memasuki kawasan Rawa Belong, terlihat rintik gerimis membasahi kaca bagian depan angkot. Ketika saya turun, gerimis masih menyapa. Bahkan hingga saya tiba di rumah gerimis belum berhenti meskipun tidak juga bertambah besar.
Kembali kepada cerita di dalam Film Inkheart, di akhir film, semua tokoh yang keluar dari novel akhirnya kembali ke tempat asal mereka masing-masing. Termasuk Dustfinger yang sangat merindukan kampung halamannya. Di kampung halamannya, Dustfinger pun bertemu dengan perempuan yang sangat dicintainya.
Seperti tokoh Dustfinger, saya bertemu kembali dengan Minyu yang kemudian langsung menyiapkan menu makan siang. Lalu kami makan siang bersama.
Alhamdulillah.
Baca Juga Catatan Perjalanan Lainnya :