Mendung, Gerimis, Hujan, dan Proses Kehidupan

ilustrasi : http://www.indoforum.org

Saat ini, saya sedang berada di dalam kamar saya, berduaan dengan teman saya yang teramat pendiam. Dia nyaris tak bersuara malam ini. Karena diamnya, saya bisa mendengar rintik-rintik gerimis yang turun menyapa bumi di luar sana. Entah apakah nantinya akan berubah menjadi hujan atau lebat malah berhenti, saya tidak tahu. Keduanya bisa terjadi atas kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Sang Maha Pengatur Kehidupan.

Jika saja kondisi seperti ini terjadi di siang hari dan saya berada di luar rumah, mungkin saya dan anda akan mendapati situasi seperti di bawah ini.

Matahari di langit biru memancarkan teriknya. Sinarnya ke bumi hanya terhalang awan-awan tipis. Angin bertiup sepoi-sepoi mengajak dahan dan ranting menari-nari. Sejurus kemudian, angin bertiup semakin kencang, hingga mampu membawa gumpalan awan hitam dari belahan langit lain. Kumpulan awan itu semakin tebal dan menutupi keperkasaan matahari. Langit menjadi mendung.

Awan hitam tak lagi mampu menahan uap air, titik-titik air pun jatuh ke bumi. Turunlah gerimis diiringi nyala kilat di langit dan suara halilintar menggelegar. Tak lama kemudian hujan lebat pun turun. Membasahi gedung-gedung pencakar langit, daun-daun di pepohonan, jalan-jalan, dan jengkal-jengkal tanah di bumi.

Ya, begitulah proses turunnya hujan yang sering kita lihat. Adakah pembelajaran yang tersirat dalam kejadian tersebut?

Mengapa sebelum hujan turun harus didahului oleh awan mendung dan langit yang kelam? Mungkin ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya. Sebuah tanda awal diberikan. Sebuah peringatan disampaikan. Ketika langit biru perlahan berubah mendung, orang yang akan keluar rumah karena suatu kepentingan pastilah akan menyiapkan payung untuk dibawa serta, pengendara motor akan mengenakan jas hujan agar pakaian yang dikenakan tidak basah, begitu pula ibu-ibu segera mengangkat cucian mereka yang sudah kering. Bila saja hujan lebat langsung turun tanpa suatu pertanda, maka orang-orang mungkin tak sempat menyiapkan payung. Lalu mereka akan kehujanan. Begitu pula para pengendara motor yang tak sempat mengenakan jas hujan. Ibu-ibu pun akan kecewa karena mendapati pakaian yang sudah kering menjadi basah semua.

Ketika rintik gerimis mulai membasahi bumi, para pejalan kaki atau pengendara motor yang sedang berada dalam perjalanan diberi kesempatan untuk segara berteduh mencari perlindungan, atau segera membuka payung, atau memakai jas hujan, untuk kemudian melanjutkan perjalanan.

Bila saja hujan lebat turun tanpa tanpa suatu pertanda, maka sempatkah kita melakukan hal yang demikian?

Mungkin Allah juga mau mengajarkan kepada kita dalam peristiwa turunnya hujan, bahwa setiap sesuatu yang terjadi di muka bumi ini memerlukan sebuah proses, entah itu cepat atau lambat. Tinggal kita, apakah mampu menjalani proses tersebut dan menikmati setiap fasenya. Dan untuk bisa menikmati semua proses di dalam setiap fasenya, maka diperlukan bekal dan persiapan yang cukup. Wallahu a’lam.

Bagi saya pribadi, ketika saya sedang mengendarai sepeda motor (khususnya saat pulang kerja) kemudian turun gerimis dan menjadi hujan, saya tidak akan mengenakan jas hujan (karena memang tidak punya, bekal saya cuma kantong kresek) dan juga tidak akan berhenti untuk berteduh. Saya akan menikmati hujan 😀

Semoga saja ini bukan berarti saya tidak bisa mengambil pelajaran mendung, gerimis, hujan, dan proses kehidupan di atas..