MEME KKDS (5) : Kebodohan Tak Terlupakan

http://anguishedrepose.com/

Tulisa ini sudah pernah saya posting beberapa waktu yang lalu. saya edit kembali untuk melanjutkan MEME KKDS sebelumnya karena kebetulan ada tema yang cocok. Komentar yang ada, adalah komentar para teman MPers.

*****
Bel tanda jam pelajaran terakhir telah berbunyi beberapa waktu lalu. Sebagian besar siswa sudah keluar ruang kelas masing-masing menuju pintu gerbang sekolah untuk pulang, termasuk saya.
“Ki, sebentar!” tiba-tiba ada suara yang memanggil saya.Saya arahkan pandangan saya ke arah sumber suara tersebut. Ternyata teman sekelas saya, Gerry dan Aldo (bukan nama sebenarnya). Saya hentikan langkah kaki saya dan menunggu keduanya menghampiri saya.”Mau minta tolong, nih!” ucap Gerry setelah berhadapan dengan saya.”Loe kan pinter ngaji. Gue minta loe baca Qur’an”, lanjutnya.

“Dalam rangka apa?” tanya saya penasaran.

“Begini, sudah beberapa kali terjadi kehilangan barang di kelas kita. Beberapa teman sudah pada gelisah.” paparnya.

Saya sedikit mengernyitkan dahi saya mendengar berita tersebut karena tidak ada berita atau kabar tersebut yang sampai ke telinga saya. Mungkin karena saya yang kurang gaul, pikir saya.

“Nah, gue dan beberapa temen minta bantuan loe untuk nemuin siapa orang yang ngambil barang-barang tersebut. Ada seh satu orang yang dicurigai. Kita butuh kepastian aja, makanya minta tolong sama loe,” lanjut Gerry.

“Lho, kenapa mesti gue?” tanya saya.

“Cara yang mau dipake untuk mengetahui siapa tersangkanya adalah dengan membaca quran, surat Yasin. Gue bawa Quran dan kunci ajaib yang biasa dipake keluarga gue untuk hal-hal yang kaya gini.” jawab Gerry dengan sangat meyakinkan.

Tanpa banyak bicara apalagi protes, saya langsung menyanggupi permintaan tersebut. Kami pun melangkah bersama menuju ruang kelas yang letaknya paling ujung yang berada di lantai dua. Setibanya di sana, ternyata sudah ada beberapa teman sekelas saya yang sudah menunggu. Seperti diberi komando, semua segera mengambil posisi melingkar di sekeliling salah satu meja.

Gerry segera membuka tasnya dan mengeluarkan barang yang telah dia ceritakan kepada saya, yaitu quran dan “kunci ajaib”. Quran tersebut terlihat sudah agak kusam dan tanpa sampul sehingga tulisan ayat-ayatnya langsung terlihat. Di bagian tengah quran tersebut terdapat sebuah kunci rumah. Hanya separuh yang terlihat, yaitu sebagian batang kunci dan ujungnya yang berbentuk seperti lingkaran. Sementara bagian mata kuncinya terselip di dalam quran tersebut. Untuk mengencangkan cengkeraman quran terhadap kunci tersebut, semacam tali kecil dijadikan pengikat. Sehingga jika ujung kunci tersebut dipegang, quran tersebut tidak akan jatuh.

“Nanti, loe baca Surat Yasin sambil menahan ujung kunci ini dengan jari telunjuk loe. Gue juga nahan kunci ini dengan jari telunjuk gue. Sebelumnya gue bakal masukin kertas yang isinya sebuah pertanyaan ke dalam quran ini. Jika jawabannya betul, nantinya loe bakal ngerasain kalau kunci tersebut bergerak berputar sedikit demi sedikit dan akhirnya quran itu jatuh dari pegangan kita. Kalau jawabannya bukan, kunci tersebut tidak akan berputar, bahkan sampai surat Yasinnya loe selesai baca,” Gerry menjelaskan proses ‘upacara’ yang akan segera kami lakukan.

Tanpa banyak bicara, ‘upacara’ tersebut segera dilaksanakan.

Gerry menulis sebuah pertanyaan di selembar kertas. “Apakah Windy yang mengambil barang-barang yang hilang di kelas?” begitu kalimatnya berbunyi.

Saya dan Gerry mulai mengangkat quran dan menahan kunci ajaiab tersebut dengan jari telunjuk masing-masing. Lalu saya mulai membaca surat Yasin. Pada bagian awal surat tidak terjadi apa-apa. Tetapi ketika sampai pada ayat ke sepuluh dan seterusnya saya merasakan ada pergerakan berputar dari kunci secara perlahan. Lama kelamaan bersamaan dengan banyaknya ayat yang saya baca, pergerakan tersebut semakin terasa. Akhirnya di ayat dua puluhan quran itu terjatuh.

Kesimpulan pertanyaan pertama, jawabannya adalah “iya”.

Beberapa pertanyaan selanjutnya yang ditulis di selembar kertas dan dimasukkan ke dalam quran tersebut dan terkait dengan Windy, jawabannya adalah “iya”. Salah satu pertanyaan yang saya ingat adalah “Apakah Windy menderita kleptomania?”.

Selanjutnya, mungkin untuk tujuan meyakinkan saya, Gerry menulis sebuah pertanyaan lain yang tak terkait dengan Windy. Hasilnya, sebanyak apa pun ayat dalam surat Yasin tersebut saya baca, tak ada pergerakan kunci seperti yang saya rasakan sebelumnya. Wal hasil, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah “tidak”.

Akhirnya upacara tersebut selesai. Semua yang hadir mendapat keyakinan bahwa yang menyebabkan kehilangan barang di ruang kelas kami adalah Windy yang menderita kleptomania. Saya meminta agar kenyataan ini tidak disebarluaskan kepada kawan-kawan yang lain demi kebaikan Windy. Semua sepakat. Saya pun segera meninggalkan ruang kelas tersebut untuk pulang. Dalam perjalanan pulang tersebut, terbersit sebuan kenyataan bahwa saya telah melakukan sebuah kebodohan besar. Tapi tak mungkin bagi saya untuk memutar waktu kembali dan menolak permintaan Gerry dan kawan-kawan. Astghfirullahal azhiim!!!.

Kenapa saya bisa sampe dikerjain seperti itu? Kenapa bisa saya percaya dengan hal-hal seperti itu?