Bersyukur Atas Apa Yang Dimiliki

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syukur memiliki arti rasa terima kasih kepada Allah.

Di antara acara untuk bisa bersyukur adalah dengan melihat ke bawah, yaitu membandingkan kondisi yang ada pada diri dengan kondisi orang-orang di sekeliling kita yang masih kekurangan. Bukan untuk bersenang-senang di atas kesusahan orang lain, melainkan agar diri bisa melihat kelebihan yang ada dan mensyukurinya. Sehingga tidak lagi muncul perasaan bahwa diri ini adalah orang yang paling merana di dunia.

Cara lain agar bisa menuju syukur adalah membandingkan kondisi diri saat ini dengan kondisi sebelum-sebelumnya. Fokuskan pada kondisi yang lebih baik di saat ini dan abaikan jika memang ada kondisi yang tidak lebih baik. Tentunya agar bisa tumbuh rasa syukur itu.

Awal 2011 mungkin menjadi salah satu titik balik perubahan hidup saya. Banyak yang terjadi setelah tahun itu. Ada yang lebih baik, ada juga yang tidak. Sesuai dengan kalimat sebelumnya, yang tidak lebih baik akan saya abaikan dan fokus kepada kondisi yang lebih baik. Berikut adalah 7 kondisi yang seharusnya membuat saya selalu bersyukur setiap hari, setiap waktu, setiap saat. *bukan acara on the spot*

1. Tak Lagi Molor Di Atas Motor

Ketika saya tinggal di Depok, saya menempu jarak antara rumah dan kantor yang berjarak sekitar tiga puluhan kilo meter dengan menggunakan sepeda motor. Awalnya, saya merasa kuat. Tapi lama-kelamaan, dengan kondisi jalan yang semakin ramai dan macet, jarak yang demikian tersebut terasa semakin jauh dan semakin lama saya tempuh. Efeknya, rasa lelah, letih, dan yang paling berbahaya adalah mengantuk dan tertidur ketika saya mengendarai motor. Sempat terpikir kalau saya terserang narcolepsy.

Pernah suatu ketika, tanpa saya sadari saya tertidur di atas motor dan brakkkk! Motor yang kendarai mencium trotoar hingga jatuh. Beruntung tidak ada kendaraan yang melaju kencang di belakang saya, jika ada, mungkin akan lain lagi ceritanya.
Tak hanya sekali, kejadian seperti itu terjadi berulang, baik ketika berangkat atau pulang. Di saat tidur di atas sepeda motor, pernah saya salah belok, pernah menyenggol motor di depan, pernah hampir diserempet bis yang akan menepi, bahkan pernah hampir menabrak gerobak yang berlawanan arah di pinggir jalan. Untunglah, saya terjaga tepat pada waktunya, hingga saya terhindar dari kecelakaan.

Setelah saya pindah ke Kebon Jeruk, saya tidak pernah lagi molor di atas sepeda motor. Jarak yang saya tempuh dari rumah ke kantor dan sebaliknya boleh dibilang dekat, demikian juga waktu tempuhnya, cukup singkat. Bahkan saya sering pulang lebih malam karena untuk menyempatkan diri berolahraga meski sekedar main ping-pong di kantor. Tiba di rumah pun saya masih dalam kondisi bugar.

2. Tak Perlu Terburu-buru dan Was-was

Untuk menempuh jarak tiga puluhan kilo meter, paling lambat saya haru berangkat pukul enam. Saya berangkat terburu-buru untuk mengejar waktu karena peraturan kantor mengharuskan pegawai tiba di kantor paling lambat pukul 07:30:59.

Waktu satu setengah jam itu, saya bagi tiga. Tiga puluh menit pertama,saya harua sudah sampai di ujung Jl. M. Kahfi. Tiga puluh menit kedua, saya harus sudah sampai di Mampang. Tiga puluh menit terakhir, saya harus sudah tiba di kantor. Jika perhitungan itu meleset, misalnya karena ada kemacetan di daerah yang tak terduga, rasa was-was yang datang. Khawatir akan terlambat.

Setelah pindah ke Kebon Jeruk, terburu-buru dan rasa was-was itu sudah hilang. Saya bisa berangkat pukul 07:00. Cukup setengah jam untuk tiba di kantor. Kalaupun masih terlambat, saya bisa menggantinya dengan pulang pukul 17.30, sesuai dengan peraturan terbaru. Gaji saya pun tidak pernah dipotong.

3. Kemewahan Di Jakarta

Suatu ketika saya berbicara dengan rekan yang bekerja di beda lantai.

“Tinggal di mana?” Tanyanya.

“Di Kebon Jeruk,” jawab saya.

“Wah, curang!” Ucapnya dengan nada bercanda.

Kata “curang” di ini saya artikan bahwa jarak rumah saya dengan kantor lebih dekat dibandingkan jarak rumahnya ke kantor.

“Tapi nanti macet di Tomang, yah?” Tanyanya lagi.

Sepertinya, di Jakarta ini semua jalan lebih banyak yang macet daripada yang lancar. Pertanyaan rekan saya itu juga mungkin ingin menggambarkan bahwa kemacetan yang dialaminya juga pasti saya alami.

“Tapi gue nggak lewat Tomang. Gue lewat senayan,” jawab Saya.

“O, kalau lewat Senayan sih ngga macet. Tapi nanti di Jalan Panjang ketemu macet, kan?” Tanyanya lagi.

“Tapi rumah gue kan sebelum Jalan Panjang!” jawab saya.

“Curang!” Ucapnya lagi.

Sepertinya saya pernah membaca tulisan atau komentar yang menyatakan bahwa “jarak rumah yang dekat dengan kantor adalah sebuah kemewahan di Jakarta.”

4. Isi Tangki Tiga Minggu Sekali

Ketika tinggal di Depok, saya biasa mengisi bensin sebanyak sepuluh liter atau sebelas liter lebih sedikit. Bahan bakar sejumlah itu akan habis kurang lebih selama seminggu dengan menempuh Depok – Jakarta.

Setelah saya pindah ke Kebon Jeruk, jarak dan waktu dari rumah ke kantor menjadi lebih dekat. Otomatis, jumlah bahan bakar yang digunakan juga akan berkurang. Dengan jumlah liter yang sama setiap kali mengsi, tangki baru akan diisi kembali setelah tiga minggu. Lebih irit untuk harga BBM yang sudah naik.

5. Menerbitkan Buku

Setahun kepindahan saya ke Kebon Jeruk, saya bisa menerbitkan buku. Meskipun secara indie. Sebelumnya saya tidak pernah berpikir akan menerbitkan atau memiliki buku karya sendiri. Alhamdulillah, meski penjualannya jauh di bawah buku best seller, namun buku tersebut sudah sampai ke beberapa kota di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Juga sudah sampai ke tangan seorang selebritis dan ulama.

Irfan Hakim
Irfan Hakim
KH Didin H
KH Didin H

Bagi yang berminat, saya kasih harga khusus yang semula 36.000 menjadi 25.000 saja. *iklan detected*

Setahun berikutnya saya menerbitkan beberapa buku lagi secara indie. Mudah-mudahan, ke depannya buku saya bisa terbit secara major.

6. Menabung

Kondisi keuangan saya sebelum tahun 2011 bisa dikatakan kurang baik. Saat itu saya memiliki hutang di beberapa tempat. Agak sulit bagi saya untuk bisa menabung.

Setelah 2011, alhamdulillah ada banyak tambahan rezeki, mulai dari ditunjuk sebagai dosen atau pengajar, mendapat tugas membuat modul pelatihan dengan sistem beli putus, dan mendapat tugas ke beberapa daerah.

Akhirnya, saya bisa melunasi semua hutang yang ada dan saya bisa kembali menabung.

7. Menghajikan Orang Tua

Dengan kondisi keuangan yang membaik, saya pun dapat menambahkan saldo tabungan haji kedua orang tua saya yang selama sekian tahun tidak bertambah-tambah. Hingga akhirnya saldo tersebut cukup untuk bisa mendapatkan kloter haji di tahun 2018.

*****

Tulisan ini disertakan dalam TGFTD – Ryan GiveAway

21 respons untuk ‘Bersyukur Atas Apa Yang Dimiliki

  1. ayanapunya Agustus 6, 2013 / 12:10

    saya juga masih sering ngantuk pas naik motor. mata kayak ketutup sendiri. untung nggak sampai kenapa-kenapa

    • jampang Agustus 6, 2013 / 16:03

      wah… lebih hati2 aja mbak. kalau ngantuk mending berhenti dulu

  2. herma1206 Agustus 6, 2013 / 13:18

    waah…kereeen..gimana ceritanya bisa smp di tangan irfan hakim ama ustadz didin..????

    btw…tapi bukan berarti gak berniat nyari “perempuan jilbab kuning”nya kan..??hehehe….*kabuuuur

    • jampang Agustus 6, 2013 / 16:07

      kalau ke irfan hakim ada temen dia yg sekaligus temen saya, ngasih hadiah buku itu buat irfan.

      kalau ke ustadz didin, beliau diundang ke acara kantor, terus bigboss minta saya ngasih buku sebagai kenang2an.

      perempuan jilbab kuning? siapa yah? 😀

      • herma1206 Agustus 6, 2013 / 21:05

        ooowh…begitu…Oke deh, tetap semangat yaa…semoga novelnya tembus penerbit major..:)

        Yaa..gak tau..kok malah nanya..xixixixi…

      • jampang Agustus 6, 2013 / 21:32

        nggak harus kuning sekarang jilbabnya… biar lebih banyak pilihan 😀

        makasih doanya, mbak

      • herma1206 Agustus 6, 2013 / 21:38

        iya mas…sama2…
        ya..ya..bener juga…klo kuning doang terbatas pilihannya.. 😀

      • jampang Agustus 6, 2013 / 22:17

        makanya nggak dibatasin 😀

  3. Guru Muda Agustus 6, 2013 / 20:50

    Bersyukur menjadi kewajiban kita sebagai hamba. Meskipun secara matematika kita kecil, namun bila disyukuri akan terasa sangat besar.

    Wah wah bukunya bisa dihibahkan dong buat Rumah Baca Asma Nadia Garut yang saya kelola.

    • jampang Agustus 6, 2013 / 21:30

      yup, betul.

      karena nerbitin indie…. ya ada yang pesen baru dicetak 😀

  4. Ryan Agustus 6, 2013 / 21:14

    makasih atas partisipasinya lagi mas. 🙂
    hati2 mas kalau bawa motor. sampai kayak gitu. 😦

    • jampang Agustus 6, 2013 / 21:33

      itu kejadian dulu, sekarang seh… alhamdulillah udah nggak pernah lagi

      • Ryan Agustus 6, 2013 / 22:48

        syukurlah.

      • jampang Agustus 7, 2013 / 08:59

        🙂

  5. RY Agustus 7, 2013 / 09:35

    Wakakaka, gak kbayang ketiduran pas lagi nyetir motor. Itu kan bahaya banget Pak, ckckckckck *terpesona

    Oiaa, saya juga udah punya bukunya. Tapi buku2 berikutnya belum, hehehe

    • jampang Agustus 7, 2013 / 11:46

      iya… sempet jatoh lagi.

      silahkan kalau berminat dengan buku yang lain *ngiklan lagi*

  6. yuyu Agustus 21, 2013 / 03:46

    pelasn tapi pasti deh :). wah, promote bukunya ni. :p

    • jampang Agustus 21, 2013 / 04:29

      😀

      sekalian…

Tinggalkan jejak anda di sini....