Pertemanan Si Kulit Kambing

sumber

 

Tak jauh dari rumah tempat saya tinggal, ada dua buah tempat penjualan kambing. Keduanya hanya terpisah dengan jarak yang tak lebih dari lima puluh meter. Mungkin. Jika melintas di depan kedua tempat tersebut, maka aroma khas kambing langsung menusuk hidung.

Syaikhan pernah berkomentar ketika saya memboncengnya di atas sepeda motor, “Abi, kalau naik motor bau. Kalau naik mobil ndak bau.”

Kambing-kambing yang dijual di kedua tempat tersebut sepertinya laku keras. Sebab sering kali saya melihat si penjual atau anak buahnya sedang menguliti badan kambing yang tergantung dengan sepasang kaki di atas. Mungkin banyak orang yang membeli kambing di tempat tersebut untuk keperluan aqiqah atau sebagai hewan kurban di saat Idul Adha menjelang sekitar sebulan lagi. Kurang lebih.

Beberapa waktu yang lalu, saya kembali melintasi kedua tempat penjualan kambing itu. Di bagian depan salah satunya, saya melihat seorang lelaki sedang memindahkan kulit kambing dari sebuah bak ke atas wadah di sepeda motornya. Entah berapa banyak kulit yang dipindahkan lalu dibawanya. Saya hanya berpikir bahwa kulit kanbing tersebut nantinya akan diolah atau digunakan untuk sesuatu.

—oOo—

“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

—oOo—

Di sisi sebelah kiri masjid dekat rumah saya, ada sebuah bedug yang ukurannya tidak terlalu besar. Sepengetahuan saya, bedug tersebut jarang digunakan. Sebab saya tidak pernah mendengar suara bedug yang mendahului suara adzan di setiap waktu shalat. Mungkin hanya Maghrib. Meskipun saya tidak yakin suara bedug yang saya dengar berasal dari masjid. Sebab di sekitar rumah, ada juga masjid dan mushalla lain yang mungkin memiliki bedug dan sound system yang lebih keras volumenya.

Sepertinya, anak-anak kecil zaman sekarang tidak begitu suka dengan bedug. Mereka tidak suka memukul bedug kecuali saat malam takbiran menjelang hari raya. Mungkin karena saya jarang sekali melihat anak-anak kecil yang ikut shalat berjama’ah di waktu zhuhur dan ashar.

Kondisi di atas berbeda dengan masa kecil saya dahulu. Saya dan beberapa teman sepermainan senang sekali ketika mendapat kesempatan untuk memukul bedug sebelum adzan untuk kemudian ikut shalat berjama’ah.

Kadang kami bersaing untuk melakukannya. Siapa yang mendapat pemukul bedug terlebih dahulu, maka dialah yang berhak memukul bedug. Kadang kami harus berbagi siapa yang memukul pinggiran bedug yang terbuat dari tong besar dan siapa yang memukul bedugnya. Tak jarang, ada anak yang menyembunyikan pemukul bedug agar di waktu shalat berikutnya, dialah yang menjadi pemukul bedug.

Bicara bedug, satu hal yang pasti dialami olehnya, yaitu dipukul. Bahkan dipukul sangat keras dan berulang. Penampakannya pun tidak indah. Kadang aroma tak sedap masih tercium dari kulit kambing tersebut. Begitulah nasib kulit kambing yang bertemu dan berkawan dengan tong kosong. Nasibnya tidak baik. Selalu dipukul.

Sementara di tempat lain, selembar kulit kambing terlihat begitu indah. Permukaannya halus. Lembut diraba. Tak hanya itu, aroma harum selalu tercium darinya. Tak heran, sebab secara rutin, sang pemilik menyemprotkan sedikit parfum ke seluruh bagian kulit.

Kulit kambing tersebut ternyata menjadi sampul sebuah mushaf Al-quran. Nasibnya begitu baik. Dimuliakan. Dibawa dengan hati-hati. Dijaga.

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata : “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. [QS. Al-Furqan : 27-29]

 


Tulisan Terkait Lainnya :

22 respons untuk ‘Pertemanan Si Kulit Kambing

  1. kebomandi September 10, 2014 / 17:20

    Bener ya bang, masa kecil itu jadi masa paling ngangenin apalagi pas ramadhan 🙂

    • jampang September 10, 2014 / 20:15

      iya mbak. betul 😀

  2. ysalma September 10, 2014 / 21:20

    sama-sama kulit kambing, tapi dengan fungsi berbeda, perlakuan yang di terima jg berbeda 🙂

    • jampang September 11, 2014 / 05:56

      iya uni. jadi harus pintar-pintar memilih 😀

  3. Yos Beda September 10, 2014 / 21:32

    Saya selalu merindukan masa kecil juga mas, salah satu masa paling indah dalam hidup 🙂

    • jampang September 11, 2014 / 05:57

      iyah. masa itu sepertinya lebih indah daripada masa-masa di sekolah 😀

  4. lovelyristin September 11, 2014 / 00:19

    Oiya bntr lg ya idul adha, kambing dan sapi biasanya beredar dmn2 hehe

    • jampang September 11, 2014 / 05:57

      jika ada kemampuan… ayo berkurban 😀

  5. danirachmat September 11, 2014 / 00:37

    jadi tergantung siapa temennya ya Bang. Semoga saya bisa jadi teman yang bisa bikin temen saya paling ngga tidak dipukulin sama orang.. 😀

    • jampang September 11, 2014 / 05:58

      😀
      begitulah, mas

  6. tipongtuktuk September 11, 2014 / 10:16

    dulu saya punya kulit kelinci, lalu saya jadikan sampul al-quran kecil … he he he …

    • jampang September 11, 2014 / 19:38

      daging kelincinya diapain, kang? disate? mau dong 😀

      • tipongtuktuk September 26, 2014 / 10:30

        sate kelinci itu enak … he he he …

      • jampang September 26, 2014 / 10:31

        saya belum pernah nyoba 😦

  7. Tita Bunda Aisykha September 11, 2014 / 10:30

    Iya lah,,kayak manusia jg,,beda teman, beda tempat, beda perlakuan, beda pula penghargaannya,,he he,,eh syaikhan kyk aisyah lho,,suka protes kalo bau he he

    • jampang September 11, 2014 / 19:40

      iya. begitu, mbak.

      namanya juga anak-anak. sepertinya saat itu syaikhan mulai membanding-bandingkan sesuatu

  8. Eka Novita September 11, 2014 / 12:07

    Sesuatu yg kadang terlihat tidak bernilai, tapi jika disematkan pada nilai-nilai agama, maka jadi naik derajatnya… Kulit kambing di tas bisa didudukin, kulit kambing di Alqur’an dan di bedug menjadi lebih bernilai 😀

    • jampang September 11, 2014 / 19:41

      tapi kan nggak enak dipukulin terus kalau jadi bedug 😀

      • Eka Novita September 11, 2014 / 22:03

        jiaaaaaahhhh si abang -_-“

      • jampang September 12, 2014 / 06:53

        😀

  9. capung2 September 12, 2014 / 15:08

    Ditempat sya, bedug cma jdi pajangan doang, digunakan hanya saat lebaran dan itu pun tdk lama durasinya.

    • jampang September 13, 2014 / 05:20

      berarti memang sudah jarang yang pake bedug buat mengawali adzan

Tinggalkan jejak anda di sini....