Bagi beberapa keluarga yang tidak mudik alias pulang kampung, beberapa hari setelah lebaran adalah hari-hari yang mungkin menyulitkan untuk membeli bahan makanan seperti sayuran dan ikan untuk dijadikan lauk. Ibu saya ikut mengalaminya juga. Sebab semua pedagang sayur yang biasa mangkal di dekat rumah atau berdagang keliling ikut pulang kampung.
Kondisi di atas mungkin tidak ditemukan bagi kaum ibu yang terbiasa berbelanja di supermarket. Para ibu yang masuk kelompok ini masih mungkin masih bisa menemukan beberapa jenis sayuran, ikan, atau daging. Tapi tidak demikian dengan ibu saya. Beliau hanya berbelanja sayuran kepada penjual sayur yang membuka lapak dagangan dekat rumah.
Seperti pagi ini, ibu tidak berbelanja bahan makanan untuk sarapan. Sementara ketupat beserta kroni-kroninya yang di masak sehari menjelang hari raya sudah habis tak bersisa. Untuk mengisi banyak perut yang meminta jatah di pagi ini, akhirnya ibu membuat nasi goreng untuk sarapan.
Bumbu nasi goreng diracik dan diulek sendiri. Dengan komposisi yang pas, nasi goreng buatan ibu terasa mantap saat disantap. Bahkan, aroma nikmat yang menggugah selera sudah tercium sebelum nasi goreng tersaji.
Saat menyantap nasi goreng buatan ibu, saya lebih suka menggunakan tangan langsung alias tanpa sendok. Termasuk sarapan pagi ini. Hal yang tidak bisa atau sulit saya lakukan jika menikmati nasi goreng yang dibeli dari penjualnya. Mungkin karena tekstur nasinya beda. Nasi yang digunakan oleh ibu untuk membuat nasi goreng lebih pulen dibandingkan yang digunakan oleh penjual nasi goreng keliling ataupun yang mangkal.
Iseng-iseng saya coba untuk menggunakan tiga jari saja untuk mengambil nasi goreng dari piring dan menyuapkannya ke mulut. Ketiga jari tangan kanan yang saya gunakan adalah ibu jari, telunjuk, dan jari tengah. Kebetulan saat itu saya sedang teringat dengan sebuah hadits tentang cara makan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam yang berbunyi :
Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim no. 2032 dan lainnya)
Terkait dengan dengan hadits di atas Ibnu Utsaimin mengatakan, “Dianjurkan untuk makan dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari telunjuk, dan jempol, karena hal tersebut menunjukkan tidak rakus dan ketawadhu’an. Akan tetapi hal ini berlaku untuk makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari. Adapun makanan yang tidak bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari, maka diperbolehkan untuk menggunakan lebih dari tiga jari, misalnya nasi. Namun, makanan yang bisa dimakan dengan menggunakan tiga jari maka hendaknya kita hanya menggunakan tiga jari saja, karena hal itu merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarah Riyadhus shalihin Juz VII hal 243)
Sepertinya, makan dengan menggunakan tiga jari tidak bisa dilakukan untuk semua jenis makanan yang biasa saya satap tiap hari. Karenanya, saya tetap menggunakan bantuan sendok untuk menyuap nasi jika kebetulan lauknya berkuah.
Bagaimana, dengan rekan-rekan blogger, sudah pernah mencoba makan dengan menggunakan tiga jari?
Tulisan Terkait Lainnya :
- Antara Gorengan dan Kurma
- Cakwe dan Fuyunghai
- Gagal Makan Pempek di Palembang
- Cerita Makan Siang : Menu dan Budaya Antri
- Si Kambing Tak Pernah Ketinggalan Zaman
- Hidup Tak Seindah Novel : Antara Segelas Susu, Sebatang Coklat, dan Semangkuk Es Krim
- Early Dinner, Film, dan Adab Menyembelih Hewan
- Tidak Seperti Makan Cabai
blm pernah mas, tp pernah denger jg dr ustad soal makan tiga jari ini 🙂
salam tiga jari..eh selamat iedul fitri mas rifky, maaf lahir batin
Kapan-kapan bisa coba teh, tapi yg nggak berkuah 😀
Mohon maaf lahir batin juga, teh
Hhaha.. kalo di madura mas lebih sering pake tangan kalo makan mas, baik berkuah ataupun tidak. Sayapun demikian, pasalnya lebih puas dan pas 😀
Wah… Hebat donk… Makan yang berkuah bisa pake tiga jari aja. Mantap!
Emang sampean ndak bisa kang? 😀
Jawabannya ada di tulisan di atas 😀
Mau tau caranya? 😀
Gimana caranya?
Angkat piringnya kemudian teguk kuahnya seperti saat minum teh… 😀 hahaha
saya pilih cara pake sendok aja kalau begitu 😀
kalau mudiknya ke kampung halaman saya di Sumatera sana,
dominannya makan menngunakan tangan, kadang tiga jari, kadang lima jari *biar makanan yang tersuap lebih banyak* #eh 🙂
Pake lima jari akan lebih puas ya uni 😀
Saya biasa pakai lima jari 😀
Ya biasanya begitu. Tadi lagi iseng nyoba 😀
Hahaha, pernah sih buya. Tapi makannya kayak putri solo. Dua kali lebih lama 😀
Dan juga, bukannya yang dimakan Rasul dengan 3 jari itu adalah kurma yaa? Kalau itu insyaAllah bisa lah meneladani, hehe.
Minal aidzin wal faizin Buya 🙂 maaf lahir bathin ngge..
Salam buat Ummah Minyu 😀
Iya seh. Bisa jadi waktu makannya lebih lama.
Kalau jenis makanannya nggak disebutin di hadits di atas. Dan makanan di arab kan nggak cuma kurma kalau dr hadits lain ada juga disebutin roti atau sayur.
Taqabbalallaahu minnaa wa minkum.
kalau lebaran makan kue cukup tiga jari saja 🙂
Kadang pake dua jari juga bisa yah 😀
Yup, asal kuenya jangan kebesarannya mas 😀
kue jaman sekarang ukurannya imut2. sekali suap langsung masuk mulut semua 😀
salam tiga jari!
Jarinya yg mana dulu neh… Bisa beberapa formasi 😀
Aku jelas belum pernah karena baru dengar dan tahu dari mas…
kalau aku makan pakai tangan biasa 5 jari.
kebiasaan saya juga pake lima jari, mbak.
itu nyoba-nyoba aja 😀
Hehehe kalo nasinya pera ya emang gak bisa pke tiga jari.
Soal susah cari makanan mentah pas libur lebaran gini emang iya banget. Kalopun gak mudik juga, yg disini sini pada libur jualan.
makanya kemaren bikin nasi goreng. yang paling gampang seh mi instan, tapi masa tiap makan dan tiap hari, kan kurang bagus.
sepertinya hari ini sudah ada yang jualan