Apa kabar, Ayah? Kuharap Ayah selalu berada dalam keadaan baik dan sehat.
Mungkin Ayah akan terkejut ketika menerima dan membaca suratku ini. Wajar. Sebab aku tak pernah menulis surat kepada Ayah sebelumnya. Surat ini adalah surat pertama yang kutulis untuk Ayah.
Ayah, melalui surat ini, aku ingin mengungkapkan apa yang tak bisa kuutarakan dengan kata-kata. Sebab selama ini, Ayah tak punya waktu sebanyak waktu yang dimiliki ibu untuk menemaniku. Sekali lagi wajar, sebab Ayah memiliki tugas untuk mencari nafkah yang dilakukan di luar rumah.
Selain itu, kita memiliki sifat yang sama. Kita tak banyak bicara. Ketika kita bertemu, duduk di ruang dan tempat bersama, tak banyak hal yang bisa kita bicarakan. Kita lebih banyak diam.
Ayah, mungkin dirimu tak pernah menyadari kesalahan yang telah kulakukan. Aku pun tak menyadarinya. Ibu yang mengingatkanku.
Saat itu, aku baru saja menerbitkan buku pertamaku. Di buku tersebut kutulisa namaku dan nama kakek sebagai nama pena. Ibu marah dan menasehati ketika mengetahui hal itu. Ibu mengatakan bahwa tak sepantasnya aku melakukan hal itu, melupakan nama Ayah dengan memilih menuliskan nama kakek setelah namaku. Ibu mengingatkan bahwa apa yang kulakukan itu sama saja dengan melupakan jasa Ayah, sebab aku tak bisa seperti ini tanpa jasa Ayah.
Ayah, teguran ibu membawa ingatanku ke masa ketika aku mulai sekolah. Ayah memang tak pernah menemaniku ke sekolah, tetapi Ayah yang membelikan dan mempersiapkan semua perlengkapan sekolahku. Aku teringat bagaimana Ayah memberikan tanda di sampul ketiga buku tulis yang kubawa ke sekolah. Ayah menuliskan tiga huruf latin pertama, yaitu “ABC”, untuk buku tulis yang digunakan untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Ayah juga menuliskan tiga angka pertama, yaitu “123”, untuk buku tulis yang digunakan untuk pelajaran Matematika. Di buku tulis terakhir, Ayah menuliskan tiga huruf hijaiyah pertama, yaitu “Alif, Ba, Ta”, untuk buku tulis yang digunakan untuk pelajaran Bahasa Arab.
Ayah, teguran ibu tersebut juga mengingatkanku akan kejadian pada suatu siang. Saat itu Aku berada di dalam angkutan umum dalam perjalanan pulang dari sekolah. Melalui jendela angkutan umum, aku melihat Ayah yang sedang mengayuh sepeda di bawah siraman sinar matahari yang sangat terik. Aku tersadar akan betapa beratnya perjuangan Ayah untuk membiayai sekolahku. Ayah rela berpeluh, berkeringat, dan mengayuh sepeda untuk mengantarkan barang dagangan berupa kembang campuran kepada para pelanggan yang jaraknya cukup jauh. Semuanya itu Ayah lakukan untuk diriku, agar diriku bisa bersekolah dengan tenang dan nyaman. Seharusnya, aku ingat untuk selalu berterima kasih kepada ayah atas semua yang telah Ayah lakukan untukku.
Ayah, maafkan aku yang telah melupakan segala jasamu. Ayah, maafkan diriku yang telah menafikan segala kerja kerasmu. Aku berharap, semoga diriku tidak lagi melakukan hal yang sama.
Ayah, mungkin aku adalah anak yang terlalu banyak meminta kepadamu. Setelah aku meminta maaf, kini aku meminta doa dari Ayah. Aku meminta ayah mendoakanku agar diriku bisa menjadi anak yang berbakti kepadamu, juga kepada ibu. Doakan diriku sehat dan panjang umur agar aku bisa membahagiakan Ayah dan Ibu. Aku ingin membalas segala jasa Ayah meski kuyakin tak bisa kulakukan seutuhnya. Mungkin hanya sebagian kecil, sebab hanya itulah kemampuan yang kumiliki. Namun kuharap, sekecil apapun yang kulakukan, Ayah bisa ikhlas menerimanya dan bisa membahagiakan Ayah.
Salam hormat dari anakmu
Tulisan Terkait Lainnya :
Aku kok jadi sedih yaaa, ada orang yang nulis tentang Ayah… ada apa ini 🙂
Ada hari ayah sedunia, mbak
Ada lomba juga seh 😀
Oh kemarin hari Ayah sedunia yaaa…yes ini baru adil. ada hari ibu maka, ada ada hari ayah hehehe
Lombanya dimana om, mau dong 🙂
lombanya di gagas media. cuma tulisannya harus diposting tanggal 15 kemaren paling lambat pukul 10 malam
Salam hormat untuk ayahanda ya mas..
jujur saya juga tidak dekat dengan orang tua saya.
Mudah2an kita yg bisa dekat dg anak-anak kita kelak 😀
Happy Father’s Day ^^
Ayah, lelaki terhebat yang pernah ada 🙂
Yup. Betul.
belum bisa menyelesaikan surat itu hari ini, mungkin esok pagi.
ayah T.T
Gpp. Kan bisa kapan aja nulisnya.
*elap aer mata
🙂
Selamat Hari Ayah *walau telat,
aku selalu merindukan beliau, dan semakin terasa keberadaannya sangat berarti, setelah beliau tak ada, hanya bisa berkirim doa.
insya Allah, doa anak yang sholeh/sholehah adalah yang sangat diharapkan oleh orang tua yang sudah meninggal
Ayah akan memberi semua yang terbaik dari dirinya untuk anaknya. Apa lagi hanya sekedar minta maaf dan minta doa 🙂
insya Allah, begitu
Hiks hiks,.. Minta tissue dong
maaf, nggak tisu di sini tunggal selembar doank
Selamat hari ayah … 😦
Saya masih beruntung dari 2 adik kecil karena masih bisa mengenal sosok ayah …
dan semuanya tetap harus berbakti dalam bentuk doa
salam hormat untuk ayahnya mas
selamat juga ya mbak. suratnya terpiih juga
sama-sama mas \o/
email konfirmasi yg diminta gagasmedia itu maksudnya kirim email aja kan yah? apa beserta alamat?
sudah kirim tapi ragu 😀
saya baru konfirmasi 😀 kirim email halo haha
tinggal lihat kelanjutannya setelah kirim email 😀
sudahhh, sudah kirim email alamat 😀
diminta, kah?
iya, sudah dibalas. kirim ke>> promosi@gagasmedia.net << juga pak, soalnya ada kesalahan di email satunya sepertinya
saya udah kirim ke situ dua kali. satu cuma ngasih tahu email saya… satu lagi kirim alamat sebelum diminta 😀
pede banget yah
oo kalau sudah kirim alamat sih mungkin memang ngga dibalas, hihi. saya kan belum kirim pak
Iya kali yah 😀
Sippp lah
Salam untuk Ayahnya Mas.
Selamat juga dapet buku dari gagas media. 😉
terima kasih, mbak
Mbrebes mili.
Jd kangen bapak ;(
telpon atau SMS aja, mbak
Tiap hari whatsapp an padahal. ;(
oooo…. bisa jadi pengobat rindu
meski tak sebanding jika langsung bertemu
pahlawanku
yup. ayah dan ibu adalah pahlawan kita
Tulisannya bagus Mas… Terharu bacanya :’)
terima kasih