
Cemburu. Sepertinya, beberapa hari ini aku merasakan hal itu, Sal. Namun demikian, bukan dirimulah pemicunya. Orang-orang yang di sekitarkulah yang menjadikan diriku membangkitkan rasa itu, atau setidaknya membuat diriku berpikir demikian.
Pagi ini aku membuka kamus bahasa indonesia online dan mengetikkan sebuah kata yang ingin kutahu maknanya, cemburu. lalu kutemukan penjelasan setelah kuklik tombol ‘cari definisi’.
cem.bu.ru :[a] (1) merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung dsb; sirik: ia — melihat madunya berjalan berduaan dng suaminya; (2) kurang percaya; curiga (krn iri hati): istrinya selalu — kalau suaminya pulang terlambat.
Sekilas, jika dilihat dari definisi yang kudapatkan, sepertinya cemburu itu sifat yang kurang baik. Bagaimana menurutmu, Sal?
Yang pasti, rasa itu muncul beberapa kali dalam hitungan beberapa hari terakhir ini.
Pertama, ketika aku melihat seorang perempuan bekerja yang datang ke kantor dengan menggunakan jasa ojek. Apakah suaminya tidak merasa cemburu? Sebab jika aku melihatmu berboncengan sepeda motor dengan lelaki bukan mahrammu, aku cemburu. Aku lebih suka mengantarkanmu dengan sepeda motorku.
Apakah cemburuku itu salah, Sal?
Kedua, ketika aku melihat seorang rekan kerja perempuan yang mengajak rekan lelaki lainnya untuk makan siang bersama di salah satu bagian ruangan. Lalu merek mereka duduk makan bersebelahan. Aku pun bertanya dalam hati, apakah suaminya tidak merasa cemburu jika melihat hal itu? Sebab jika aku melihatmu melakukan yang demikian, aku cemburu.
Apakah cemburuku itu masuk akal, Sal?
Ketiga, di saat kita menaiki tangga bersama beberapa waktu yang lalu dan aku memintamu berjalan di hadapanku untuk melindungi pandangan kedua mataku dari pemandangan yang tak sepantasnya kulihat dari soso perempuan yang berpakaian ketat, memakai kerudung yang ditarik, diputar, atau diikat ke belakang lehernya, bukan memanjangkannya. Saat itu aku bertanya, apakah suaminya tidak cemburu jika ada mata lelaki lain yang memandang istrinya yang berpaian demikian? Jika dirimu dalam kondisi seperti itu, aku cemburu, Sal. Karenanya, aku lebih suka jika dirimu mengenakan jilbab dengan cara yang sederhana dan mengenakan rok panjang. Karena yang demikian sesuai dengan tuntunan.
Apakah cemburuku itu berlebihan, Sal?
Keempat, ketika aku melihat kontak-kontakku yang sering mengupload foto-foto mereka ke jejaring sosial. Aku sempat bertanya, apakah para suami mereka tidak cemburu ketika mata-mata lelaki lain melihat wajah istri mereka melalui layar komputer, laptop, atau handphone? Sejujurnya, jika dirimu melakukan hal yang demikian, aku cemburu.
Apakah cemburuku itu beralasan, Sal?
Sangat beralasan dan wajar.
sip… sip….
kenapa ya kalau ada pasangan yang makan sama-sama sukanya makan bersisian? *komentar oot
Kan sambil makan bisa sambil pegangan tangan…. bisa juga saling suap-suapan 😀
ooo ternyata gitu. baru tau. haha
pendapat pribadi aja seh 😀
wajar dan sangat beralasan…
alhamdulillah..2 kali punya tempat kerja, lingkungannya sgt kondusif, gak ada ikhtilat..ruangan kerja laki dan prmpuan di pisah..jadi suamiku ntar gak akan cemburu..hehehehehehehe…
alhamdulillah… beruntung 🙂
yup….untung urusan satu ini ngerasa beruntung bgt, dan krn-nya gak niat ngelamar2 kerja ke tempat yg masih umum…sedikit ekslusif sih jadinya…
demi kebaikan yang ngga apa2. milih yang lebih sedikit mudharatnya 😀
iya…dan nyadar diri sih, sy orgnya gampang terpengaruh, jadi ya..ambil amannya aja lah.. 😀
iyalah… cari yang nyaman… zona nyaman. tapi kenapa sering denger kalau diminta untuk meninggalkan zona nyaman yah?
😀
oowh…nyaman dlm istilah “zona nyaman” bukan ttg lingkungan atau suasana kerja, tapi lebih ke arah finansial. Nyaman karena punya kepastian finansial tiap bulan, dgn nominal lumayan gede pula. Dan sy kan juga yg termasuk meninggalkan “zona nyaman” 😀
oooo….
tapi mikir lagi, kalau finansial sudah OK, gaji lumayan gede. itu bukannya nyaman? kalau nyaman kenapa ditinggalin? terus yang nyaman itu jadinya apa?
*bingung*
nyaman sih..temen2 kerja juga nyaman..Tapi kdg2 ada org yg gak mau terus2an begitu. Rasanya sy pernah nulis deh ttg keputusan ninggalin zona nyaman ini. Masalah kebijakan manajemen yg bikin gak nyaman,,jdi kerja jg rada gak ikhlas gitu..ya akhirnya kenyamanan dri segi keuangan sy korbankan…yg penting bebas…
*masih bingung kah..???
Masalah kebijakan manajemen yg bikin gak nyaman –> ini kan faktor yang bikin nggak nyaman. jadi setelah kebijakan itu berlaku, namanya bukan zona nyaman lagi donk?
waduuh…gimana ya..Iya lah..bisa dikatakan udah gak nyaman lagi, makanya ditinggalin, gak nyaman dari segi kebijakan. Dari segi keuangan sih nyaman2 aja, walaupun sbenarnya kebijakan yg gak nyaman tadi berhubungan ama gaji juga sih. Hmm…mungkin istilah zona nyaman itu terlalu umum kali ya..jdi sebenarnya zona nyaman itu terbagi2. Zona = daerah, berarti gak hny ttg nyaman dri segi keuangan, melainkan lbh luas…
ya sudahlah…. bingung 😀
pegangan klo bingung..ntar jatuh lagi 😀
bedalah bingungnya sama yang lain….
beda bingungnya sama yg lain..??? maksudnya..??nah loh..kok sy yg bingung sekrg..