My Dearest Syaikhan : Ini Cerita Kita Bersama Hujan

syaikhan_abi_new

Syaikhan, hari itu hujan cukup lebat. Saat Abi akan melaksanakan shalat berjamaah di masjid, Abi harus berlari kecil agar tak banyak titik hujan yang membasahi baju Abi.

Oh iya, Abi berharap dirimu ingat dengan ucapan Abi tentang shalat wajib yang lima waktu itu bagi lelaki dilaksanakannya berjama’ah di masjid, bukan di rumah. Jika kamu lupa, insya Allah Abi akan ceritakan di surat yang lain. Kali ini, Abi akan bercerita tentang hujan, Abi, dan kamu.

Syaikhan, ketika Abi masih anak-anak, Abi sering sekali mandi hujan. Adakalanya Abi mandi hujan bersama dengan teman-teman, berlarian di sepanjang jalan dan membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuh Abi. Adakalanya juga Abi mandi hujan hanya di depan rumah. Abi berdiri di bawah talang air yang menyalurkan kumpulan air hujan dari atap rumah. Abi senang sekali. Namun adakalanya pula Abi tidak mendapatkan izin dari Nenek dan Kakek untuk mandi hujan. Jika demikian, Abi hanya memandangi hujan dari jendela atau berdiri di depan pintu sambil melihat titik-titik hujan yang turun dan alirannya membentuk sungai kecil di halaman depan rumah.

Syaikhan, sebenarnya, tubuhmu sudah sering disapa oleh air hujan yang merupakan rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hanya saja mungkin kamu masih terlalu kecil untuk menyadari kehadiran hujan tersebut. Mungkin juga karena jaket dan pakaian yang kamu kenakan cukup tebal hingga kamu tetap merasa hangat dan terlindungi dari siraman hujan.

Untuk momen-momen tersebut, Abi tidak bisa bercerita banyak. Abi akan menceritakan tiga buah momen yang terjadi antara kita berdua dan hujan. Satu momen duka, sedang dua lainnya adalah momen bahagia.

Desember 2010

Saat itu, selepas Maghrib, kita berdua baru saja pulang dari rumah salah seorang kakekmu, kamu memanggil beliau dengan sebutan “Aki”, di Kebon Jeruk. Langit kala itu masih juga belum berubah sejak sore tadi. Masih mendung. Rintik gerimis masih menghiasi.

Saat itu Abi punya dua pilihan, segera membawamu pulang dengan mengendarai sepeda motor di bawah siraman gerimis atau menunggu rintik hujan berhenti. Jika Abi mengajakmu pulang saat itu, sudah pasti kita berdua akan kebasahan disapa gerimis. Sementara jika menunggu gerimis berhenti, entah sampai kapan. Jika semakin larut, angin malam juga tak bagus untukmu. Akhirnya Abi memutuskan untuk mengajakmu pulang tanpa menunggu gerimis berhenti.

Saat awal perjalanan itu, Abi berbicara kepadamu, atau tepatnya mengajakmu berdoa.

“Maafkan Abi, Syaikhan! Karena mengajakmu menikmati gerimis ini. Doakan saja, semoga gerimisnya tidak menjadi besar!”

Kamu anggukkan kepalamu dua kali. Sementara wajahmu terbenam di dada Abi, di balik kain gendongan.

“Doakan ya, Syaikhan, semoga jalan yang kita lalui nanti tidak macet dan bisa cepat tiba di rumah!”

Kamu kembali menganggukkan kepalamu sebanyak dua kali.

“Doakan ya, Syaikhan, semoga Abi dapat rezeki yang banyak supaya bisa beli mobil dan kita tidak akan hujan-hujanan kalau ingin jalan-jalan!”

Untuk ketiga kalinya, kamu anggukkan kepalamu, mengamini doa Abi.

Tak lama berselang, kamu pun tertidur pulas. Saat itu Abi berharap, kamu sedang bermimpi tentang kehangatan tempat tidur dan selimut tebalmu.

Alhamdulillah, perjalanan di bawah gerimis malam itu cukup lancar. Tak ada kemacetan berarti yang kita temui sepanjang rute Kebon Jeruk – Depok.

14 September 2011

Langit mendung memayungi perjalanan pulang Abi dari kantor ke rumah. Abi mencoba untuk menambah laju sepeda motor agar tiba di rumah sebelum turun hujan dan bisa bertemu denganmu sesegera mungkin.

Langit semakin gelap. Rintik hujan pun mulai turun. Ketika Abi tiba di perlintasan kereta api Permata Hijau, hujan langsung turun dengan derasnya.

Abi pernah cerita kalau Abi suka dengan hujan, kan? Nah, biasanya, Abi akan tetap melanjutkan perjalanan menuju rumah sambil menikmati siraman hujan, apalagi di rumah ada dirimu yang sedang menunggu. Tapi sore itu, hal tersebut tidak Abi lakukan. Abi memilih berteduh di sebuah warung. Abi tidak berani melanjutkan perjalanan karena di dalam tas, Abi membawa sebuah laptop kantor. Jika kehujanan sudah pasti akan rusak seperti nasib handphone Abi beberapa waktu yang lalu.

Tak ingin membuatmu khawatir, Abi menelponmu di saat berteduh.

“Assalaamu ‘alikum!”

“Kum ayam.”

“Syaikhan, Abi kehujanan.”

“Abi di ana?”

“Abi lagi neduh.”

“Terus?”

“Ya pulangnya nanti kalau hujannya berhenti.”

“Ah… pulang sekarang aja!”

“Nggak bisa. Abi bawa laptop. Nanti kalau kehujanan laptopnya rusak.”

“Pulang sekarang aja, Bi!”

“Nanti yah.”

“Sekarang, Bi! Hwaaa….” Kamu menangis dan tidak mau bicara di telpon lagi.

Sekitar setengah jam kemudian, hujan mulai menyisakan rintik-rintik gerimis. Abi segera keluar dari warung tersebut setelah mengucapkan terima kasih kepada pemiliknya. Selanjutnya Abi sudah berada di atas sepeda motor menuju rumah.

Tiba di rumah, di depan pintu kamu sudah berdiri menyambut kedatangan Abi. Setelah membuka jaket dan meletakkan tas, Abi mencium dan menggendongmu sebentar. Lalu Abi menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Keluar dari kamar mandi, Abi mendapat cerita yang membuat Abi terharu. Nenek bercerita bahwa dirimu menangis cukup lama. Lalu kamu berlari ke tempat tidur sambil berteriak, “ Abi pulang, Bi! Syeha sayang Abi!”

Dua minggu kemudian, kamu kembali menginap di rumah Nenek. Kita bertemu dan bersama-sama lagi. Di suatu sore, ketika waktu baru menujukkan pukul setengah lima, tiba-tiba handphone Abi berbunyi. Rupanya Nenek menelpon Abi karena dirimu ingin bicara dengan Abi.

“Abi di ana?” Tanyamu.

“Abi lagi di kantor,” jawab Abi.

“Abi pulang, Bi!” Pintamu.

“Iya, sebentar lagi yah. Sekarang baru setengah lima, nanti setengah jam lagi Abi pulang.

“Nda mau, Abi pulang sekarang!” pintamu lagi dengan nada ngambek.

Abi coba menjelaskan lagi kapan akan pulang. Namun penjelasan tersebut justru malah membuatmu menangis dan menangis. Mungkin ada sekitar tiga atau empat menit kamu menangis di telepon. Bujuk dan rayu Abi sudah tidak mampu lagi meredakan tangismu. Akhirnya nenek memutuskan untuk menyudahi pembicaraan di telepon.

Pukul lima sore, Abi segera pulang. Langit sudah terlihat sangat gelap dengan awan mendung. Pertanda tak akan lama lagi hujan akan turun. Dan benar saja, di tengah perjalanan, hujan turun dan semakin lama semakin deras. Teringat akan dirimu yang menangis di telepon dan juga kejadian sebelumnya, Abi tetap melaju di bawah siraman hujan. Abi tidak lagi khawatir, karena Abi tidak membawa laptop seperti sebelumnya.

Akhirnya Abi tiba di rumah dengan baju basah kuyup. Kamu terlihat senang melihat kehadiran Abi. Tapi tidak seperti biasanya, Abi tidak langsung memeluk atau menciummu. Abi sibuk dengan pakaian dan tas yang basah. Abi keluarkan isi tas agar tas tersebut bisa langsung dijemur dan membuka pakaian Abi.

Rupanya kamu memperhatikan apa yang Abi lakukan langsung bertanya, “Kok nda neduh, Bi?”

“Kan tadi Syaikhan nangis minta Abi pulang, jadi Abi pulang hujan-hujanan,” jawab Abi.

Kamu hanya tersenyum. Senyuman yang menghangatkan. Mungkin kamu baru mengerti apa yang dimaksud berteduh ketika hujan setelah Abi pulang dengan basah kuyup. Semoga dirimu bertambah cerdas setiap hari, Nak!

31 Maret 2012

Syaikhan, momen yang paling bahagia bagi Abi adalah ketika melihat dirimu begitu senang saat kita mandi hujan bersama-sama di atas sepeda motor.

Di suatu siang Abi mengajakmu ke bengkel sepeda motor dan tukang cukur. Rencananya, setelah menitipkan sepeda motor di bengkel, Abi bisa potong rambut. Namun ketika tiba di tempat tukang cukur, yang antri banyak. Kamu tak sabar menunggu dan meminta kembali ke bengkel.

Di tempat bengkel, kita berdua ngobrol dan bercanda-canda. Beberapa kali Abi mendengar tawamu yang lepas. Sungguh bahagia sekali Abi mendengarnya.

Lalu, tiba-tiba langit mendung. Tak lama kemudian hujan pun turun. Semula kamu ingin tetap di situ saja selama hujan masih turun, tapi kemudian akhirnya bosan juga dan mengajak pulang.

“Dede Lulu nungguin Syeha di umah, Bi. Koq lama bener,” begitu alasanmu.

Rupanya kamu teringat dengan adik sepupumu, Lulu, yang sedang menginap di rumah nenek.

Akhirnya, di saat hujan masih turun, Abi mengajakmu pulang ke rumah sambil menikmati siraman hujan di atas sepeda motor.

Di atas sepeda motor, Abi mendengar kembali tawa lepasmu di antara suara rintik hujan. Ketika sepeda motor yang kita naiki melewati polisi tidur, kamu tertawa. Ketika melintasi jalan yang berada di bawah genting rumah yang mengakibatkan kita berdua tersiram air yang cukup banyak, kamu pun tertawa. Bahkan ketika tiba di depan rumah, kamu masih tertawa dan teriak-teriak kesenangan.

Kejadian serupa pun kita alami beberapa waktu berikutnya. Saat itu kita akan pulang dari ITC Permata Hijau, tetapi hujan turun dengan lebatnya. Kamu masih ingat, Syaikhan?

Setelah sekian lama menunggu, hujan tidak kunjung reda, sementara kamu sudah terlihat bosan. Akhirnya, ketika hujan masih rintik-rintik, Abi mengajakmu untuk pulang sambil mandi hujan. Kamu setuju dan malah terlihat senang.

Kita pulang dibawah siraman gerimis. Kamu tertawa senang setiap kali sepeda motor yang Abi kendarai melewati genangan air. Mungkin kamu merasakan cipratan air di kakimu ketika roda sepeda motor melalui genangan tersebut. Bahkan ketika di salah satu jalan terdapat genangan air yang cukup besar dan panjang, kamu tertawa lagi dan berkata, “Bi, kalau nanti hujan lewat situ lagi yah!”

Ah, Abi rindu dengan suasana seperti itu. Kira-kira kapan yah kita bisa mandi hujan bersama lagi, Syaikhan?

 Tulisan ini diikutsertakan dalam A Story of Cantigi’s First Giveaway

26 respons untuk ‘My Dearest Syaikhan : Ini Cerita Kita Bersama Hujan

  1. dani Desember 31, 2014 / 10:26

    Selalu syahdu baca kategori ini Bang. Semoga menang yaa.

    • jampang Desember 31, 2014 / 10:40

      terima kasih, mas.

  2. Susanti Dewi Desember 31, 2014 / 11:26

    bersama hujan, selalu saja ada cerita dan kenangan ya…

    • jampang Desember 31, 2014 / 11:51

      iya mbak. di lirik lagu juga sering nemuin kata hujan dikaitkan dengan kenangan dan rindu

  3. capung2 Desember 31, 2014 / 12:43

    Sya belum pernah mandi hujan dgn anak, paling klo kehujanan basah2an di motor, sering jga bersama dgn anak.

    • jampang Desember 31, 2014 / 13:10

      ya, sama. belum pernah diniatkan mandi hujan dengan sengaja bareng anak 😀

  4. nengwie Desember 31, 2014 / 12:59

    Saya suka hujan2an sama anak-anak …

    Semoga menang ya kang…

    • jampang Desember 31, 2014 / 13:11

      pasti seneng ya, teh.
      terima kasih. aamiin.

  5. sirdatoe Desember 31, 2014 / 14:30

    keren bang….begitulah kita kalau dengan putra/putri kita..hal yang di anggap biasa kalau dilakukan dengan orang lain akan terasa begitu berkesan dengan mereka..;)
    20 tahun lagi usahakan kau baca tulisan ini syaikhan..:)

    • jampang Desember 31, 2014 / 16:06

      betul. memang itu yang saya harapkan ketika menuliskan cerita kebersamaan dengan syaikhan ini, mas. semoga menjadi nyata. aamiin

  6. boemisayekti Desember 31, 2014 / 19:48

    sukses lombanya… wah ceritanya panjang… selalu ada cerita bersama hujan 🙂

    • jampang Desember 31, 2014 / 21:08

      terima kasih, mbak.
      iyah… hujan bisa membangkitkan sebuah cerita ataupun kenangan

  7. vivi Januari 5, 2015 / 10:47

    aku malah mau nangis baca cerita ini. mungkin karena momennya hujan dimana aku biasanya jadi sendu. semoga menang dan bisa cepet beli mobil ya bang 🙂

    • jampang Januari 5, 2015 / 11:13

      hujan memang identik dengan suasana sendu 😀

      aamiin. terimak kasih doanya. pengennya seh lunasi rumah dulu baru punya mobil. itu juga kalau rumahnya di pinggir jalan besar. sekarang rumah yang separuh jalan pembeliannya ada di gang kecil yang nggak masuk mobil

      • vivi Januari 6, 2015 / 11:22

        insyaAllah semuanya akan dimudahkan bang. semua ada jalannya kan? mana tau doa 32 ribu pegawai didengar biar THP naik. aamiin

      • jampang Januari 6, 2015 / 21:55

        aamiin yaa rabbal ‘aalamiin

  8. bukanbocahbiasa Januari 12, 2015 / 15:52

    Congratulatiooonsss!! Menaaang!! Menaaang! Hihihi :))

    • jampang Januari 12, 2015 / 15:56

      menang? emang udah ada pengumumannya?

      • bukanbocahbiasa Januari 12, 2015 / 16:02

        Lah. Udah ada Baaaanggg… Dikau JUARA SATU!!!

        Congratulationssss… :))
        Btw, udah punya buku Salim A Fillah “Lapis2 Keberkahan” blum?

        Kalo udah punya, tukeran ama hadiahku, mau ndak? Hihihi.

      • jampang Januari 12, 2015 / 16:18

        barusan ke TKP mbak.
        belum punya, mbak 😀
        buku beliau belum ada satupun yang saya punya. buku tere liye juga belum ada yang saya punya. soalnya belum pernah menang lomba yg hadiahnya buku itu 😀

        selamat juga, mbak juga jadi pemenang

      • bukanbocahbiasa Januari 12, 2015 / 16:19

        Iyaaaa sama2 😉 congrats bwt kita semuaaa :))

      • jampang Januari 12, 2015 / 16:22

        semoga berhasil juga di GA yang lain 😀

      • jampang Januari 12, 2015 / 16:18

        terima kasih, mbak

Tinggalkan Balasan ke sirdatoe Batalkan balasan