Pantun, Akrostik, dan Sektet

aku dan puisi

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. [sumber : wikipedia]

Berikut adalah tiga bait pantun yang saya buat dengan tema “Mimpi”

jemari lentik menari
menghibur hati nan berduka
hari ini sebuah mimpi
esok lusa menjadi nyata

merah pipi penghibur mata
baik hati kekayaan hakiki
mimpi akan menjadi nyata
bila diri bangkit dan berdiri

bocah cilik belajar berjalan
jatuh menangis berdiri lagi
para pemilik masa depan
adalah yang menyiapkan hari ini

Contoh pantun lain yang bertemakan nasihat bisa dibaca di sini.

Puisi Akrostik adalah sajak atau puisi yang huruf awal dari setiap baris menyusun sebuah kata atau kalimat secara vertikal dari atas ke bawah. Berikut adalah sebuah puisi akrostik dengan awal huruf setiap barisnya membntuk kata “MELATI”. Sayangya, isinya tidak membicarakan tentang bunga melati, melainkan tentang kemarahan.

..:: Marah ::..

Masam rupa tampak di pelupuk mata
Enggan melukis lengkung manis
Lalu berpaling muka bila berjumpa
Akankah benci berujung tepi
Tergerus masa penyembuh luka
Ibarat aksara di atas pasir yang lenyap tersapu air

Contoh puisi akrostik lainnya bisa dibaca di sini.

Sektet adalah puisi yang setiap baitnya terdiri dari enam baris seperti dua bait berikut :

..:: Mata (1) ::..

kekuasaan di tanganmu, mengaburkan cahaya di matamu
hingga kau tak peduli atas segala apa yang terjadi
kekuatan di genggamanmu, membutakan mata hatimu
hingga kau tak menyadari bahwa tugasmu adalah mengabdi
tahta di kepalanmu, menghanyutkan iman di dadamu
hingga kau melangkahkan kaki menuju neraka yang abadi

..:: Mata (2) ::..

dalam genggaman jemarimu, pandanganku sayu
mata hatiku tak lagi mampu membedakan antara asli dan palsu
dalam dekapanmu, pikiranku keras membatu
mata akalku tak lagi sanggup menemukan cahaya dalam gulita kalbu
dalam pelukanmu, batinku dingin membeku
mata hatiku telah tertutup oleh segala nafsu

Sektet lainnya bisa dibaca di sini

Aku dan Puisi Pendek : Sektet


Baca Puisi Lainnya :

24 respons untuk ‘Pantun, Akrostik, dan Sektet

  1. lazione budy Mei 5, 2015 / 09:23

    Susah bikin pantun/parikan secara spontan, pas ngelucu bareng teman-teman.

    • jampang Mei 5, 2015 / 10:13

      kalau situasi dan kondisinya mepet gitu pastinya ya susah, mas 😀

  2. salgadd Mei 5, 2015 / 10:04

    Kreatif, mas.
    Bagus pantun dan puisinya.

    Tulisan difeature image juga bagus *salahfokus

    • jampang Mei 5, 2015 / 10:13

      terima kasih.

      😀
      itu tulisan bagusnya segitu doank, kalau nulilsnya panjanjg balik lagi ke bentuk jeleknya

      • salgadd Mei 5, 2015 / 10:21

        huehuehue…

  3. Breldine Mei 5, 2015 / 15:15

    Hai mas e..
    saya gak mampir udah lama
    jadi lebih kece..
    thema nya ganti ya

    hahahahha 😀

    • jampang Mei 5, 2015 / 16:15

      hai…
      iya… ganti tema. dan udah lama gantinya 😛

      • Breldine Mei 6, 2015 / 09:35

        oh.. telat banget saya ya..

      • jampang Mei 6, 2015 / 09:42

        begitulah 😀

  4. dani Mei 5, 2015 / 15:22

    Nostalgia pelajaran bahasa jaman dulu Bang. Hihihi.

    • jampang Mei 5, 2015 / 16:15

      iya mas. sekalian nostalgia. tadinya seh mau buat karmina alias pantun kilat, eh suku katanya kebanyakan, jadinya dibikini pantun biasa aja

  5. zilko Mei 6, 2015 / 00:09

    Oh, baru tahu istilah Puisi Akrostik 😀 .

    • jampang Mei 6, 2015 / 07:31

      saya juga baru tahu beberapa waktu yang lalu. cuma dahulunya pernah buat tapi nggak tahu istilahnya 😀

  6. Gara Mei 15, 2015 / 21:44

    Jadi teringat pelajaran bahasa Indonesia saat sekolah dulu. Seingat saya, membuat puisi dan pantun itu susah sekali, mesti menghitung suku kata dan membuat rima. Mungkin karena kosakata yang belum kaya, ya, jadi pilihan juga belum begitu beragam :hehe.
    Kadang, bikin puisi memang bisa menyamankan hati… :)).

    • jampang Mei 16, 2015 / 20:48

      iyah, atauran baku dari pantun adalah adanya ketentuan jumlah suku kata disetiap baris dan rima… kalau pantun di atas seh udah nggak sesaklek ketetuan itu, gar.

      tak hanya menulis puisi, menulis yang lain pun bisa berefek yang sama 😀

      • Gara Mei 18, 2015 / 16:59

        Setuju :hoho. Menulis itu menyembuhkan luka hati :hihi.

      • jampang Mei 19, 2015 / 07:36

        eeeaaaa….. yakin? pernah ngalamin?

      • Gara Mei 19, 2015 / 11:06

        Kasih tahu nggak, ya… :hihi.

      • jampang Mei 19, 2015 / 11:24

        nggak usah…. saya bukan tipe kepo koq 😀

      • Gara Mei 20, 2015 / 06:30

        Hihi :p.

      • jampang Mei 20, 2015 / 07:25

        😀

Tinggalkan jejak anda di sini....