Sal, mungkin kau sudah tahu bahwa diriku, seperti juga dirimu, adalah seorang anak yang lahir dari seorang ibu. Kau juga sudah tahu bahwa di dalam diriku, sama seperti dirimu, terdapat daging dan darah yang berasal dari air susu seorang ibu. Kamu mungkin juga sudah tahu bahwa saat kita bertemu pertama kali, sama seperti juga dirimu, aku sudah tumbuh besar, berpendidikan, dan berpenghasilan, yang semuanya itu merupakan doa dan kerja keras dari seorang ibu.Karenanya, aku tidak bisa menerima jika dirimu menghina ibumu sendiri, baik di hadapanku atau di hadapan orang lain.
Mungkin kamu merasa heran dan bertanya-tanya tentang kalimat yang baru saja kau baca. Mungkin dalam hatimu, dalam pikiranmu, atau bahkan keluar dari lisanmu sebuah sanggahan, “Aku tak pernah menghina ibuku dan aku tak mungkin menghina ibuku sendiri!”
Ya, kamu benar. Di dalam kebersamaan kita beberapa tahun ini, tak sepatah kata pun aku mendengar kamu menghina ibumu. Bahkan yang selalu kudengar darimu adalah pujian yang tak henti tentang ibumu. Aku pun menjadi kagum terhadap ibumu.
Aku hanya mengingatkan diriku dan dirimu. Jika suatu ketika dirimu marah dan kesal akan sikapku, cukuplah kau melimpahkan kemarahan dan kekesalanmu itu kepada diriku seorang. Janganlah kamu mengaitkannya dengan ibuku yang tidak tahu tentang apa yang terjadi di antara kita berdua.
Mungkin dirimu belum pernah mendengar dan mungkin juga karena kelalaianku yang belum memperdengarkanmu sebuah hadits yang pertama kali kudapati ketika aku duduk di bangku sekolah.
Abdillah bin Amru bin Al Ash RA, dia berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Diantara dosa-dosa besar yaitu, seorang mencela kedua orang tuanya.”
Ditanyakan pada beliau, “Mungkinkah seorang itu mencela kedua orang tuanya sendiri?.”
Rasulullah SAW bersabda, ” Ya, tatkala
seseorang mencela ayah orang lain, berarti ia mencela ayahnya sendiri demikian jika ia mencela ibu orang lain, berarti ia mencela
ibunya sendiri.” (Muttafaq ‘Alaih)
Jika dirimu bertanya, apakah aku akan memaafkanmu jika kamu melakukan hal tersebut, aku tak bisa menjawabnya. Mungkin aku akan memintamu untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada ibumu, kemudian kepada ibuku, lalu kepadaku.
Berat? Tentu saja tidak. Karena semuanya tidak perlu kamu lakukan jika kamu melimpahkan kemarahan dan kekesalanmu itu hanya kepada diriku seorang.
Dan mungkin kamu tidak perlu marah dan kesal kepadaku jika kamu menyadari bahwa lelaki yang kamu pilih hanyalah lelaki di akhir zaman yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan seperti aku menyadqri bahwa perempuan yang aku pilih hanyalah perempuan di akhir zaman yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Kita hanya perlu meyakini bahwa dibalik kesalahan dan kekurangan yang kita miliki, Allah pasti menyelipkan kebaikan-kebaikan dan kelebihan-kelebihan di dalam diri kita masing-masing.
Tulisan Terkait Lainnya :
=)
wew….
hmmm…
kenapa mbak?
tulisan saran nasihat. mencela yg lain sama dengan mencela ibu sendiri, catat!!
tfs.
sama-sama, mbak š
Gak nyangka…
nggak nyangka gimana maksudnya, mas?
Iya.. Kalau menghina ibu orang lain juga kena ke ibu sendiri..
Iya baru denger ttg menghina itu bisa berbalik…
oooo…… š
š saya bangga pada mama n papa saya.
bagussss…..