Sekali Lagi, Tentang Kita

holding_hand

Sal, maafkan aku jika baru menulis lagi untukmu. Entah sudah berapa lama rentang waktu yang memisahkan surat ini dengan surat terakhirku. Apakah detik-detik di antara keduanya telah menumbukan butir-butir kerinduan di hatimu akan surat dariku, Sal? Jika memang ada, kuharap hal tersebut tak akan mengubah keceriaan langit di hari-harimu menjadi berselimut awan mendung. Bukankah setiap hari kita berjumpa? Bukankah setiap hari kita bisa saling meluapkan segala rasa?

Sal, kali ini aku akan kembali menulis tentang kita. Tentang hubungan yang terjalin antara aku dan dirimu. Tentang hubungan suami-istri. Di dalamnya mungkin ada hal-hal yang sudah pernah kutulis beberapa waktu yang lalu. Semoga dirimu tidak bosan membacanya.

Aku pernah menulis tentang hubungan kita yang diibaratkan dengan pakaian. Aku menulisnya sebanyak dua kali. Aku pun menyisipkan beberapa bait puisi di dalamnya. Kamu masih ingat, Sal?

Perumpamaan itu ada di dalam Al-quran. Tepatnya di dalam surat Al-Baqarah ayar 187. “Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.”

Mengenai pernanan suami-istri yang diibaratkan pakaian ini, kiranya ada hal yang perlu kutambahkan untuk melengkapi catatanku terdahulu, Sal.

Pertama, pakaian berfungsi untuk melindungi. Sehinga suami harus melindungi istri dan istri melindungi suami. Melindungi dari apa? Dari semua hal yang bisa merugikan diri masing-masing. Terlebih lagi melindungi dari  hal-hal yang akan menjerumuskan salah satu atau keduanya ke dalam neraka.

Seandainya di antara suami dan istri terjadi konflik, maka untuk melindungi keutuhan keluarga, sang suamilah yang harus keluar rumah dan istri tetap di rumah. Hal ini bertujuan agar lisan istri tetap terjaga di dalam rumah tangga dan tidak menyebarkan apa yang terjadi di dalam rumah kepada pihak luar dan agar dirinya terlindungi dari provokasi oleh orang lain.

Sal, semoga saja rumah tangga kita tetap terlindungi dan tidak mengalami kejadian seperti demikian. Aamiin.

Kedua, pakaian itu menutup aurat. Karena pakaian melekat di badan, maka hanya suami yang boleh melihat aurat istri dan hanya istri yang boleh melihat aurat suami. Di sisi lain, aurat juga bisa diartikan sebagai aib. Sebab aurat dan aib sama-sama tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain. Bahkan, menceritakan apa dan bagaimana yang terjadi di atas ranjang kepada orang lain adalah sebuah perbuatan yang dilaknat.

Kuharap, kita bisa saling mengingatkan untuk menghindari perbuatan demikian, Sal.

Ketiga, pakaian itu meningkatkan citra diri. Suami yang baik adalah suami yang tidak akan menimbulkan perasaan risih atau malu sang istri ketika keduanya berjalan beriringan. Entah di pasar, mall, atau ketika menghadiri sebuah undangan. Hal serupa pun berlakusebaliknya. Karenanya, masing-masing harus merawat dan menjaga diri. Berhias. Tentu saja, berhias pun ada batasan yang tidak boleh dilanggar.

Sal, kuharap penampilanku tidak membuat dirimu risih atau malu ketika kita berjalan bersama di depan umum. Ingatkan aku jika ada sesuatu yang kurang berkenan di hatimu tentang penampilanku, Sayang!

Keempat, pakaian itu disesuaikan waktu dan tempat. Setiap pakaian memiliki tempat dan waktu. Pakaian kerja, cocok jika dikenakan ketika berangkat ke kantor. Pakaian shalat cocok jika dikenakan saat ke masjid. Pakaian santai, cocok jika dikenakan di rumah. Begitu pula seorang suami dan istri, harus mampu menyesuaikan situasi dan kondisi masing-masing.

Jika istri sedang curhat kepada suami yang berprofesi sebagai seorang ustadz, maka janganlah suami merespon dengan cara seperti menjawab pertanyaan dari para jamaahnya yang disertai dengan dalil-dalil yang panjang bahkan dari semua mazhab. Cukup dengarkan sebagaimana seorang lelaki mendengarkan curahan hati kekasihnya.

Sal, apakah aku sudah bisa menempatkan diriku sesuai dengan apa yang kamu harapkan di berbagai situasi dan kondisi?

Di dalam suratku beberapa waktu yang lalu, aku juga pernah menulis tentang hubungan kita yang diumpamakan seperti sahabat yang beriringan dalam sebuah perjalanan. Sebab kamu tercipta dari tulang rusukku. Buka dari tengkorakku apalagi dari tulang tungkaiku.

Selain kedua jenis hubungan di atas, ternyata ada bentuk lain dari hubungan yang terjalin di antara kita, Sal. Jenis atau bentuk hubungan tersebut terdapat di dalam Al-quran.

Lelaki (suami) adalah pemimpin wanita (istri). Kamu bisa menemukan ayat yang menyatakan demikian di dalam surat An-Nisa ayat 34.

Kata “qowwam” memiliki arti pemimpin dan juga bermakna tempat bersandar.

Sal, kamu pernah menyampaikan sebuah keinginan sebelum kita menikah bahwa kamu mengingkanku untuk mengimami shalatmu. Alhamdulillah, aku pernah mewujudkan keinginanmu itu. Meski tidak selalu. Sebab shalat wajib seorang lelaki adalah lebih utama jika dilakukan berjama’ah di masjid.

Namun, peranan seorang suami sebagai pemimpin bukan hanya sebatas itu saja, Sal. Melainkan jauh lebih luas di berbagai hal dan sisi kehidupan dalam berumah tangga.

Jenis hubungan suami-istri lainnya di dalam Al-quran adalah diumpakan seperti petani dan sawah. Suami sebagai petani dan istri sebagai sawahnya.

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah : 223)

Bagaimana perwujudan dari perumpamaan tersebut? Kamu bisa membaca jawabannya di kalimat selanjutnya, Sal. Kuharap kedua matamu yang indah itu belum lelah membaca deretan aksara di dalam suratku ini.

Pertama, seorang petani harus intens mendatangi sawahnya. Artinya, seorang suami harus selalu menjaga komunikasi dengan istri. Terlebih lagi harus mampu menjadi pendengar yang baik. Sebab seorang istri, sebagaimana umumnya seorang perempuan, membutuhkan sarana untuk mengeluarkan kata-kata yang lebih banyak daripada seorang lelaki. Karenanya, suami harus mampu menyediakan sarana tersebut agar kata-kata dari istri tidak terlontar dan didengar oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Sal, mungkin aku belum sempurna menjalankan fungsi ini. Tetapi aku akan berusaha untuk lebih baik lagi. Doakan aku, sayang.

Kedua, seorang petani harus menjaga dan melindungi sawahnya agar sawah tersebut mampu menghasilkan panen yang banyak dan berkwalitas baik. Dengan demikian, seorang suami harus mampu menjadi penjaga dan pelindung istrinya dengan cara mendidiknya agar menjadi pribadi yang lebih baik yang kelak akan melahirkan anak keturunan yang sholeh dan sholehah.

Memuji istri bisa menjadi salah satu cara menjaga dan melindunginya. Jangan sampai seorang istri mendapat pujian dari pihak luar semisal melalui sosmed. Namun demikian, pujian pun jangan berlebihan. Ibarat memberi pupuk ke sawah, takarannya harus pas. Jika berlebihan, bukan hasil panen yang baik dan banyak yang didapat. Sebaliknya, tanaman akan terganggu pertumbuhannya.

Sal, apakah pujianku kepadamu selama ini berlebihan?

Ketiga, seorang petani harus sabar dalam merawat sawahnya hingga datang masa panen. Begitu pula sikap seorang suami ketika mendampingi istrinya. Sebab wanita ingin dimengerti. Tentunya, proses mengerti itu berjalan dalam waktu yang panjang. Mungkin butuh waktu seumur hidup.

Sal, semoga kita bisa menjalankan hubungan sebagai suami-istri ini dengan sebaik-baiknya. Selamanya. Aamiin.


Tulisan Terkait Lainnya :

20 respons untuk ‘Sekali Lagi, Tentang Kita

  1. titintitan Oktober 26, 2016 / 11:36

    Mas Rifki lama sekali hibernasinya 😀

    • jampang Oktober 26, 2016 / 11:38

      😀
      masih menyesuaikan dengan lingkungan kerja baru, mbak

      *alasan*

      • titintitan Oktober 26, 2016 / 11:39

        oh, pindah toh? 😀

      • jampang Oktober 26, 2016 / 12:04

        Pindah seksi dan lantai aja seh, mbak 😀

      • titintitan Oktober 26, 2016 / 12:33

        ooh kirain pindah gtu 😀

      • jampang Oktober 26, 2016 / 12:34

        Ya itu kan pindah juga namanya 😀

        Pindah gitu yang gimana?

      • titintitan Oktober 26, 2016 / 12:37

        ahaha..

        iya kirain pindah gedung gituh 😀

      • jampang Oktober 26, 2016 / 12:38

        Tahun depan mungkin pindah gedung. Sebab gedung semula saat ini masih direnovasi

    • jampang Oktober 26, 2016 / 13:46

      😀
      kangen yah? 😛

  2. Ismail Hasan Oktober 26, 2016 / 19:09

    barakallah mas.. 😀

  3. winnaz Oktober 27, 2016 / 08:53

    Akhirnya muncul lagi.
    Seorang perempuan yang bernama istri sangat dilindungi oleh seorang suami ya.

  4. RAF Oktober 27, 2016 / 11:25

    Wis kerennn.. sy juga pernah nulis surat 4 tahun lewat hehehe..

  5. rizzaumami Oktober 30, 2016 / 05:31

    bang rifki lama gak jumpa, hehe. manis suratnya. beneran dibaca si dia gak nih?

    • jampang Oktober 31, 2016 / 08:21

      semangat ngeblognya lagi turun nih, mas.

      yang ini belum dikasih. yang kemaren menang lomba sudah

      • rizzaumami November 4, 2016 / 17:14

        bagus bang, lanjutin terus biar awet hubungannya 🙂

      • jampang November 10, 2016 / 08:25

        sudah dikirim tulisan di atas ke istri 😀

        aamiin

  6. jefrydco November 27, 2016 / 09:44

    Wah keren keren mas, gimana sih mas caranya bisa mempunyai tulisan yang bagus dan khas itu. Hmmm rata-rata saya menanyakan pertanyaan tersebut ke penulis2 hebat mesti jawabannya sering seringlah menulis maka kau akan menemukan stylemu sendiri. :’)

    • jampang Desember 5, 2016 / 08:14

      saya juga masih belajar. mungkin kalau sering menulis, bisa menemukan banyak kosa kata baru dan kalau mengalami langsung kejadian apa yang kita tulis, bisa jadi akan mengena di hati pembaca

Tinggalkan jejak anda di sini....