Membuka sebuah toko buku adalah cita-cita suamiku. Dengan perencanaan matang dan persiapan cukup, akhirnya dirinya berhasil menjalankan bisnis tersebut. 27 Maret, 5 tahun lalu, adalah hari peresmian dibukanya toko buku ini.
Suamiku mengelolanya dengan baik. Buktinya, toko buku ini cepat berkembang. Dari waktu ke waktu, semakin banyak penerbit yang menitipkan buku cetakan mereka di sini. Mulai dari penerbit yang biasa-biasa saja hingga penerbit terkemuka. Jumlah buku yang tersedia pun semakin banyak, mulai dari buku karya penulis baru hingga buku karya penulis ternama. Komplit. Pengunjung pun semakin ramai. Pemasukan bertambah.
Dengan usaha toko bukunya, suamiku bisa membeli sebuah rumah megah serta beberapa mobil mewah. Kami hidup dalam gelimang kekayaan.
Namun semuanya mulai berubah sejak kematian suamiku, 27 Maret tahun lalu. Di pagi hari itu, suamiku ditemukan tak bernyawa di ruang kerjanya di sudut toko buku ini. Malam sebelumnya, dia memberitahukanku akan melakukan lembur untuk menyelesaikan beberapa laporan. Ternyata itu adalah ungkapan perpisahan darinya.
Sejak saat itu, jumlah pengunjung semakin hari semakin berkurang. Satu per satu, paar penerbit mulai menarik buku-buku mereka. Toko buku ini seperti kehilangan daya tariknya.
Aku tak bisa melakukan apa-apa untuk mengatasi permasalahan ini. Mungkin salahku karena tak sempat menimba ilmu kepada suamiku tentang bagaimana mengelola dan mempertahankan toko buku ini.
Malam ini aku hanya memeriksa dan mengambil beberapa barang yang berada di ruang kerja suamku. Sementara semua buku yang ada sudah kukembalikan kepada para penerbit. Mulai besok, 27 Maret, aku akan menutup toko buku ini. Selamanya.
Jam di atas meja kerja almarhum suamiku menunjukkan pukul sembilan kurang delapan belas menit. Kubuka semua laci di bawah meja dan mengeluarkan semua dokumen di dalamnya. Satu per satu kuperiksa, barangkali ada dokumen-dokumen yang masih bisa kumanfaatkan.
Dari laci terakhir, kutemukan sebuah amplop yang terselip di antara dokumen-dokumen. Ternyata ada sebuah surat di dalamnya. Kukeluarkan lalu kubaca surat tertanggal 26 Maret tahun lalu. Almarhum suamiku yang menulisnya. Untukku.
“Sayang, maafkan diriku karena memberitahukan hal sangat penting kepadamu hanya melalui surat ini.
Seperti yang kamu tahu, membuka toko buku adalah cita-citaku. Aku berhasil mewujudkannya dan membesarkannya. Namun di balik itu semua ada kesalahan teramat besar yang telah aku lakukan. Aku telah melakukan perjanjian dengan syetan.
Sebagai syarat agar bisnis ini maju, di malam hari sebelum tanggal 27 Maret di setiap tahun, aku harus menyerahkan sebuah nyawa sebagai tumbal. Aku sudah melakukannya sebanyak empat kali. Aku telah membunuh empat orang tak berdosa.
Memasuki tahun kelima, nuraniku berontak. Aku tak ingin melanjutkan perjanjian itu lagi. Aku tak ingin membunuh lagi. Tapi sayangnya, aku tak bisa melepaskan diri. Satu-satunya cara agar aku tidak membunuh lagi adalah dengan menyerahkan nyawaku sendiri. Tapi aku tak yakin jika perjanjian itu hanya mengikat diriku saja. Aku khawatir dirimu dalam bahaya. Karenanya, setelah membaca surat ini, segeralah tutup tempat terkutuk ini. Secepat mungkin. Kuharap, dengan cara itu, dirimu bisa selamat.
Sayang, maafkan aku.”
Belum sempat diriku menenangkan diri atas apa yang baru saja kubaca, tiba-tba jam di atas meja berbunyi tanda tepat pukul dua puluh satu. Lalu listrik padam. Gelap. Dan aku tak bisa menggerakkan tubuhku lagi.
*****
497 Kata untuk MFF#29
Prompt MFF Sebelumnya :
keren!
Masa?
Terima kasih 😀
Iya. Kyknya bentar lagi cerpennya mas rifki lebih bagus dari saya
*narsis kumat
😀
Narsis terselubung.
Masih jauh kayanya, mbak.
Itu 500 kata lagi jadi cerpen loh
iya seh. nanti coba bikin yang panjangan deh 😀
Sip 🙂
😀
Perjanjian dgn syetan…serem banget…hiiii
Lebih serem mana sama kuntilanak?
Gak tau..kan belum pernah ketemu kuntilanak 😀
Oooh… Iya 😀
Nanyanya salah… 😛
Ya.. Gpp.
Garing ah
😀
Kerupuk yg garing kan lebih enak dripada yg melempem
tapi sy lebih suka kerupuk yg lempem atau bantat..makannya lebih bertantangan..:D
ya wajar seh selera orang beda-beda.
asal masih bisa digigit ya dimakan aja… asal jangan smape nyusahin 😀
makannya sih suseeeeeh..bayangin aja makan kerupuk bantat..yg liat aja susah apalagi yg makan..
tapi ya suka..aneh yak 😀
iya…. aneh 😀
yg penting orgnya gak 😀
lagi sibuk tak?
ah iya… bener… betul… 🙂
ada apa emangnya?
sudah di bahas kan..hehe…
makasih mas.. 😀
sama-sama
Hhhhmmm…, Ghost rider versi toko buku.
😀
Sama-sama melakukan perjanjian 😀
Berarti istrinya meninggal jg tuh …
yup…. betul
*nahan nafas…
endingnya kayak film horor barat nih. heu
ya… niru2 film horor 😀
Bagus pisan Bang. 🙂
Sampe bengong selesai baca
terima kasih
🙂
kalo di jawa namanya pesugihan nih… 😀
yup. betul. pesugihan 🙂
iiiiiihhh…ngeri euuy, setannya kutu buku ga ya? :p
nah… coba bikin gimana seandainya si setan jadi kutubuku 😀
waaah, iya, ide bagus xixixi
selamat mencoba
ini belum didaftarin ya di MFF..??
Hah!
Belum yah? Jangan-jangan waktu itu nggak kesimpan…. Hiks… Pantesan yg lain blm ada yang lihat. …. Hikss.
Hehe…ya udh buruan didaftarin..
Tdi sy abis liat2 ke sana..gak ada jampang 😀
iya… belum masuk, padahal bikinnya udah beberapa hari yang lalu
saya juga pernah begitu…tapi krn rajin ngunjungin jadi tahu klo belum kesimpen..
Berarti hrs makasih nih ama saya…
iya…. terima kasih, mbak
hehehe…
Sereeemmm… suaminya nekad abis.
namanya juga usaha… #eh
nice 🙂
terima kasih, mbak.
serem… aduh kenapa si aku telat baca suratnya ..
mungkin karena keputusan menutup toko bukunya menjelang tanggal 27 maret, setelah dilihat nggak ada kemajuan sama sekali, malah kemunduran
twistnya dapet mas…
Tapi saya sempat bosan baca di alinea2 pertama 😀
Keep writing!
terima kasih, mbak. harap maklum, masih belajar, mbak.
wahh.. cari jalan pintas ya usahanya..
mantab ceritanya !
iya. terima kasih. masih belajar bikin cerita fiksi