Minggu pagi yang cerah. Mataku dimanjakan dengan aneka warna bunga anggrek yang tergantung di depan teras rumahku. Semuanya merupakan sentuhan tangan dingin istriku.
Kuminum kopi hangat dalam cangkir yang terletak di meja kecil di sisi kananku. Pas. Ini juga buatan istriku. Dia tahu benar selera kopiku.
Kuletakkan cangkir kopi tersebut ke tempat semula. Kuraih koran pagi ini yang juga terletak di atas meja. Lalu membacanya. Seperti inilah kebiasaanku di minggu pagi, membaca koran di teras rumah dengan ditemani secangkir kopi.
“Merokok menyebabkan sekitar 90% kematian akibat kanker paru pada pria dan 80% pada wanita. Risiko kematian karena kanker paru 23 kali lebih tinggi pada pria perokok dan 13 kali lebih tinggi pada wanita perokok dibandingkan pada mereka yang bukan perokok. Riset menunjukkkan bahwa bukan perokok yang tinggal bersama seorang perokok memiliki risiko 24% lebih tinggi untuk mengidap kanker paru dibandingkan bukan perokok pada umumnya.”
Aku tertawa kecil membaca berita mengenai riset bahaya rokok tersebut. “Bisa jadi orang-orang yang diteliti dalam riset ini adalah orang-orang yang memang sudah menderita penyakit sebelum mereka merokok!” Pikirku.
Setelah melahap beberapa berita utama yang tersaji, termasuk berita tentang bahaya rokok tersebut, kembali kuambil cangkir kopi untuk kuminum lagi. Sesaat sebelum bibir cangkir menempel di bibirku, hidungku menghirup aroma lain selain aroma kopi. Rokok. Ya, aroma rokok. Tetapi bukan aroma rokok yang selalu menemani keseharianku.
Kucoba mencari sumber aroma rokok yang semakin tajam menusuk hidungku. Kualihkan pandangan ke sisi kanan teras. Kudapati gumpalan tipis asap rokok melayang-layang di udara.
“Siapa yang berani merokok pagi-pagi begini?” Omelku dalam hati seraya bangkit dari kursiku menuju samping teras.
Aku terkejut setengah mati ketika mendapati anakku, Adi, yang berumur sepuluh tahun sedang menghisap sebatang rokok. Segera kudekati dirinya dan kuambil batang rokok yang berada di mulutnya.
“Adi!” Bentakku sambil membuang batang rokok itu ke tanah lalu menginjaknya hingga baranya padam dan tak mengeluarkan asap lagi. “Apa-apaan kamu ini? Masih kecil sudah berani merokok!”
Amarahku meluap. Mataku melotot.
“Maaf, Pak!” Ucap Adi pelan. Wajahnya tertunduk. Ketakutan.
“Siapa yang mengajarimu merokok?” Tanyaku tetap dengan nada tinggi.
Adi terdiam.
“Ini pasti karena kamu bergaul sama anak-anak yang suka nongkrong di pos ronda itu kan?” Ingatanku tiba-tiba tertuju kepada kelompok anak-anak yang kulihat sering berkumpul di pos ronda sambil bernyanyi-nyanyi dan merokok.
“Tidak, Pak. Aku tidak bergaul dengan mereka.” Adi menyanggah tuduhanku.
“Kalau begitu siapa yang menjarimu merokok?”
“Aku… A… Aku…” Jawaban Adi terbata-bata. “Aku hanya ingin seperti Bapak!”
Baca Berani Cerita Lainnya :
- [Berani Cerita #42] Suatu Senja di Bawah Pohon Rindang
- [Berani Cerita #41] Buku Harian
- [Berani Cerita #40] Amplop Putih
- [Berani Cerita #40] Gosip
- [Berani Cerita #39] Narsis
- [Berani Cerita #38] Mangga Muda
- [Berani Cerita #37] Perisai
- [Berani Cerita #36] Yang Kembali
- [Berani Cerita #35] Dia Sudah Ada yang Punya
- [Berani Cerita #34] Jalak Bali dan Kakaktua Raja
Hahaha… Baguuus.. Anak emang menduplikat katanya. Mangkanya orang tua musti hati-hati tuh.. Memberikan mereka pengertian bukan memarahi. Katanya gitu*tapi kok rasanya pernah baca ya?
“Selamat pagi, selamat bekerja”
terima kasih.
mungkin ceritanya ada di bagian link terkait mengenai menasehati saat melihat anak merokok
baiklah, insya Allah meluncur ke TKP. Makasih infonya
sama-sama
Sudah ke TKP 🙂
terima kasih
Eaaa si bapak nggak sadar diri ternyata
harusnya orang tua yang sadar diri… ingin anaknya baik yang beri contoh yang baik-baik
yup
🙂
closed
yaaaah…. harusnya saya yang nulis itu
CLOSED jilid II
harusnya saya nggak komen lagi nih. tapi langsung ngakak baca komen di atas ini 😀
haduuuuh….
CLOSED jilid III
Hmm, harus dibaca semua orang tua nih… lihat diri sendiri dulu sebelum memarahi kenakalan anak…. 😀
iya mbak. toh yang paling dekar anak adalah orang tua
Nah, ngena banget ini!
😀
senjata makan tuan…. #eh
Sebelum su’udzon sm bpknya mau tanya dl, mmg bapaknya perokok?
coba dibaca ulang. ada kalimat yang mengisyaratkan bahwa bapaknya merokok
Oooo … Br kebaca 🙂
😀
bagus dri segi pesan..tpi ngetwistnya kurang..
😀
terima kasih atas penilaiannya
eh..bru nyadar..komen sy di lapak belakang blm di bls..
bales atuuuuuh.. 😛
yaa…. sudah
Sudah….???
Ya udh…forget that
baru dibalas. kelewat beberapa komen yah. maaf
Udh sering..tpi bru ini protes..
Gpp..resiko klo bls telat mulu…:)
😀
kan nggak mantengin blog selalu
Iya…ditambah fansnya byk lagi, jdi ketimpa mulu..:D
😀
Udh diliat..gak ada notifnya..jdi gak tau..
Gpp ya gk di bls lagi..udh basi..:D
ya… ya… gpp
Haha anak yang mengidolai bapaknya ya 😀 Bagus Mas 😀
cuma sang idolanya berbuat salah 😀
terima kasih 🙂
kalo bapaknya msh ga berhenti jg ya keterlaluan ya bang hehehehe
ya harusnya kalau udah ngeliat kejadian begitu, harus berhenti.
like father like son… 🙂
yup 😀
jawaban anaknya cerdaaass…hehehe
bapaknya aja yang nggak tahu kalau anaknya cerdas 😀
waahh bapaknya ‘kebangetan’ iniiih…
iya… tapi mudah2an setelah itu berhenti merokok untuk selamanya
Bapak kencing berdiri, anak kencing berlari. Bapak ngerokok, untung anaknya gak bikin bom! *ngawur
Yg pertama pas. Yg kedua… hmm… Merokok bisa jadi pintu yg menjerat ke narkoba
inilah kenapa kalau si perokok, jangan sampai merokok di depan anaknya. tapi kayanya itu sulit ya.. 🙂
ohya mas, banyak typo tuh 🙂
Sepertinya nggak mungkin bisa merokok tanpa diketahui anak. Suatu saat pasti si anak akan tahu.
Hiks… Kurang teliti nih sayanya.